Pertunjukan Janger di Banyuwangi merupakan suatu teater rakyat di Indonesia yang mampu mempertahankan eksistensinya ditengah derasnya arus modernitas. Kemampuan seni Janger mampu bertahan hingga sekarang karena telah bersentuhan dengan media-media lain. Fenomena ini ditangkap dengan baik oleh Mochamad Ilham yang kemudian ia tulis dalam disertasinya yang berjudul “Kelir Mancawarna: Strategi Kelisanan Seni Pertunjukan Janger Banyuwangi”
Menurut Ilham pertunjukan Janger telah melakukan beragam penyesuaian strategi kelisanan. Dengan begitu, transmisi nilai-nilai tradisi yang termuat didalamnya tetap berlangsung dan dapat diterima oleh masyarakat,
“Untuk berada dalam kondisi the medium is the message, seni Janger telah mengeksplorasi segala potensi bahasa, mulai dari bahasa verba, bahasa gerak, bahasa musik, hingga bahasa visiual, dan seni Janger mengerahkan semua potensi ini,” ungkap Ilham, Kamis (31/12) di Fakultas Ilmu Budaya.
Sebagai identitas masyarakat Banyuwangi, seni Janger menyimpan konteks kesejarahan dan sosio kultural masyarakat Banyuwangi. Bergabungnya seni Janger dengan media-media lain dapat digunakan sebagai contoh untuk seni-seni lain di Indonesia yang mengalami kerapuhan karena zaman. Kerja sama yang baik antara seni dan media itu akhirnya melahirkan keharmonisan dan menciptakan identitas kultural yang dapat diletakkan menjadi fondasi bersama dalam membangun masa depan kesenian Indonesia.
Dalam penelitiannya Ilham menemukan bahwa seni Janger mengandung unsur-unsur budaya Using-Jawa-Bali, namun tidak sepenuhnya disebut sebagai Using, Jawa ataupun Bali. Disisi lain, seni Janger telah dikontruksi dan dipahami sebagai identitas Banyuwangi sehingga melalui masyarakat Banyuwangilah secara meyakinkan ditemukan konteks kesejarahan dan sosio-kulturalnya
“Melalui seni Janger dapat dipahami sebagaimana superioritas kebudayaan Jawa sesungguhnya dapat ditawar sebab bahasa Jawa tidak lagi mendominasi keseluruhan pementasan. Jadi, baik bahasa Jawa maupun Using, masyarakat Banyuwangi menolak untuk di-Jawa-kan ataupun di-Using-kan karena bahasa Jawa dan bahasa Using digunakan hanya sejauh dapat memenuhi kepentinga mereka sendiri,” papar Ilham.
Ilham juga menemukan bahwa strategi kelisanan dalam seni Janger dengan perspektif media menunjukan strategi kebudayaan yang beroperasi di tingkat mikro. Sayangnya, kemampuan seni Janger dalam menjaga eksistesinya kurang mendapat perhatian dari pemerintah setempat.
“Fenomena kemampuan seni Janger dalam mempertahankan ekisistensinya ternyata belum mendapat perhatian yang memadai dari Pemerintah, baik Pemerintah Pusat, Provinsi maupun Kabupaten,” tandas Ilham (Humas UGM/Putri)