Pemerintah memutuskan untuk menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) mulai besok, 5 Januari 2016. Termasuk harga Premium yang turun Rp150 dari yang semula Rp7.300 per liter menjadi Rp7.150 per liter.
Pengamat Energi UGM, Dr. Fahmy Radhi, M.B.A., menilai penurunan harga BBM yang dilakukan pemerintah hanya sia-sia. Penurunan harga premium sebesar Rp150 tidak akan memberikan dampak yang signifikan bagi rakyat Indonesia.
“Penurunan harga premium tidak akan berdampak dan kurang memberi daya dorong bagi peningkatan daya beli masyarakat karena nilainya sangat kecil,” katanya, Senin (4/1) di Kampus UGM.
Menurutnya, penurunan harga tersebut tidak secara otomatis menurunkan harga kebutuhan pokok dan transportasi. Hal itu dikarenakan penurunan harga BBM dalam jumlah yang tidak cukup besar.
“Harga BBM turun Rp150 tidak akan berpengaruh bagi masyarakat kecil. Harga kebutuhan pokok dan angkutan umum tidak akan turun kalau nilai penurunan harga BBM tidak besar,” tutur mantan anggota tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) ini.
Fahmy menegaskan pemerintah dapat melakukan intervensi terhadap penurunan harga barang kebutuhan pokok dan transportasi. Namun, hal tersebut akan sangat memberatkan pengusaha angkutan jika pemerintah tetap memaksakan untuk menurunkan tarifnya.
“Pasti berat untuk angkutan umum menurunkan tarifnya, apalagi ada kemungkinan harga BBM naik lagi,” terangnya.
Fahmy menyebutkan harga premium sebenarnya mengalami penurunan dalam jumlah yang lebih banyak . Harga premium dari Rp7.300 per liter turun menjadi Rp6.950 per liter . Namun, dengan adanya pungutan dana ketahanan energi Rp200 per liter untuk premium, maka harga premium menjadi Rp7.150 per liter atau hanya turun Rp150 per liter.
“Banyak masyarakat yang terkecoh dengan pengumuman penurunan harga BBM. Penurunan Rp350 per liter namun hanya menjadi Rp150 per liter karena adanya pungutan dana ketahanan energi,” papar dosen di Sekolah Vokasi UGM ini.
Fahmy mengatakan harga premium seharusnya bisa turun dalam jumlah yang lebih besar. Namun, pemerintah hanya menurunkan harga sebesar Rp150 per liter. Padahal, menurut perhitungannya harga premium bisa turun hingga Rp500 per liter.
“Yang terjadi adalah salah kelola di Pertamina, tetapi untuk menutup kerugian itu pemerintah membebankan pada harga BBM, ini kan tidak fair,” ujarnya. (Humas UGM/Ika)