Bahasa Jawa baik di Indonesia maupun mancanegara dengan berbagai latar belakang yang berbeda-beda dapat dipastikan tumbuh dan berkembang di daerah sebarannya tersebut yang pada akhirnya membentuk kantong bahasa (enklave) dengan ciri tersendiri. Salah satu kantong bahasa Jawa tersebut berada di Provinsi Banten. Padahal, Provinsi Banten bukan merupakan tanah asal bahasa Jawa tetapi di dalamnya ada bahasa yang oleh penuturnya diakui sebagai bahasa Jawa.
Terbentuknya kantong bahasa Jawa di provinsi itu memunculkan variasi kebahasan yang berbeda antara kantong bahasa yang satu dengan yang lainnya. Penelitian yang dilakukan, Yeyen Maryani, peneliti Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud, menyebutkan ada empat dialek bahasa Jawa di pesisir utara dan pesisir selatan provinsi Banten, yakni Dialek Warung Jaud, Dialek Sobang, Dialek Rancasenang dan dialek Darmasari. “Dari hasil perhitungan kuantitatif memperlihatkan hubungan kekerabatan yang lebih erat atara Dialek Sobang dengan Dialek Rancasenang dibandingkan dengan Dialek Warung Jaud dan Dialek Darmasari,” kata Yeyen dalam ujian terbuka program doktor di Fakultas Ilmu Budaya UGM, Jumat (8/1).
Menurut Yeyen, keberadaan empat kantong bahasa yang diterapkan sebagai dialek dari bahasa Jawa-Banten dikuatkan dengan simbol-simbol budaya yang bersifat material seperti bentuk arsitektur bangunan, pakaian, gamelan dan peninggalan sejarah yang berupa reruntuhan bangunan Keraton Kesultanan Banten. Disamping itu, keberadaan bahasa Jawa-Banten yang dituturkan oleh masyarakat di empat kantong bahasa ini didukung oleh adanya kesenian Jawa atau Cirebon yang masih ada di kalangan masyarakat. (Humas UGM/Gusti Grehenson)