Salak merupakan salah satu tanaman holtikultura yang banyak dijumpai di wilayah tropis termasuk Indonesia. Selain memiliki rasa yang manis, ternyata salak memiliki beragam manfaat bagi kesehatan. Salah satunya, bisa meningkatkan sistem kekebalan atau imunitas tubuh.
Buah salak kaya akan kandungan senyawa polifenol dan flavonoid. Senyawa-senyawa tersebut dikenal mempunyai efek antikanker dan dapat mengaktifkan respons imun.
“Flavonoid diketahui dapat meningkatkan aktivitas proliferasi limfosit secara invitro sehingga berpotensi sebagai agen imunomodulator,” kata Nurwachid Arbangi, mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) UGM saat ditemui Kamis (21/1) di kampus setempat.
Melihat potensi buah salak sebagai imunomodulator untuk membantu meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh, Nurwachid melakukan penelitian untuk mengetahui efek ekstrak buah salah terhadap aktivitas makrofag (sel imun). Penelitian tersebut dilakukan bersama empat temannya yang juga berasal dari FK UGM, yaitu Shahylananda Tito Yuwono, Danang Aryo Pinuji, Farah Uma Mauhibah, dan Dery Rahman Ahaddienata di bawah bimbingan Prof. Dr. Mae Sri Hartati Wahyuningsih, M.Si., Apt.
Dalam penelitian ini mereka menggunakan daging buah salak pondoh (Salacca zalacca). Salak yang diperoleh dari petani salak di Turi, Sleman kemudian dibuat menjadi ekstrak dengan menambahkan etanol sebagai pelarut. Dari 4 kg daging buah salak diperoleh sebanyak 219 gram hasil ekstraksi.
Berikutnya, percobaan dilakukan menggunakan sel makrofag dari 16 ekor mencit. Setelah ekstrak buah salak diujikan pada makrofag menunjukkan dapat meningkatkan imunitas setelah sebelumnya tikus tersebut diinfeksi bakteri.
“Dari hasil observasi dan analisis aktivitas fagositosis makrofag dan produksi Nitric Oxide pada mencit diketahui ekstrak buah salak ini mampu meningkatkan sistem imun,” papar pria asal Kebumen ini.
Ditambahkan oleh Shahylananda, dari hasil uji fagosistas makrofag terbukti mampu meningkatkan imunitas. Sementara itu, uji Nitric Oxide menunjukkan pemberian ekstrak salak dapat meningkatkan imunitas dalam dosis tinggi, sedangkan pemberian dalam dosis rendah akan menurunkan imunitas.
“Kami berikan dosis ekstrak salak dalam tiga konsentrasi, yaitu 25 µg/ml, 50 µg/ml, dan 100 µ/ml. Hasil optimal terlihat pada konsentrasi tertinggi yaitu 100 µ/ml,” ungkapnya.
Shahylananda menyebutkan penelitian yang mereka lakukan merupakan penelitian awal, belum diujikan ke hewan coba maupun manusia. Menurutnya, masih diperlukan berbagai uji praklinik lainnya, seperti uji farmakologis, toksisitas dan lainnya.
“Dari uji in vitro ini memang telah diketahui buah salak mampu memodulasi sistem imun, tetapi masih diperlukan penelitian lanjutan kedepannya,” terangnya.
Mereka berharap nantinya buah salak ini dapat digunakan sebagai alternatif obat peningkat sistem kekebalan tubuh. Dengan memanfaatkan buah salak yang jumlahnya melimpah di Indonesia diharapkan akan dapat mengurangi ketergantungan impor terhadap obat-obatan peningkat imunitas tubuh.
“Harapannya bisa digunakan sebagai alternatif terapi yang murah dan mudah didapat di Indonesia,” pungkasnya. (Humas UGM/Ika)