
Jurusan Politik dan Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, UGM saat ini sedang mengembangkan “Simpul Pengetahuan” untuk tata kelola di sektor industri ekstraktif (extractive industry governance) di kawasan Asia Pasifik. Salah satu gagasan yang kemudian ditawarkan adalah mendorong penguatan simpul pengetahuan lokal bagi tata kelola sumber daya.
Penelitian telah dilakukan di beberapa daerah kaya sumber daya alam, seperti di Kabupaten Manggarai, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan dan Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Sementara itu, sebagai upaya penguatan simpul pengetahuan lokal untuk tata kelola sumber daya yang lebih baik, Research Centre for Politics and Government (PolGov), Departemen Politik dan Pemerintahan UGM, selama dua hari, 26 dan 27 Januari 2016 menggelar “Diseminasi Policy Brief” di Hotel Mercure Grand Mirama Surabaya dan Hotel Roditha, Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
“Forum ini merupakan bagian dari rangkaian publikasi hasil kajian yang diharapkan mampu memberikan masukan positif dalam agenda penyusunan kebijakan publik terkait tata kelola sumber daya alam,” kata Prof. Dr. Purwo Santoso, di Surabaya, Selasa (26/1).
Ke empat daerah tersebut dipilih, menurut Purwo Santoso, selain karena alasan kandungan sumber daya alam yang melimpah, juga konteks sosiopolitik yang memengaruhi tarik ulur kebijakan pengelolaan sumber daya alam. Oleh karena itu, forum ini diharapkan mampu memberikan input positif dalam agenda penyusunan kebijakan publik.
Purwo Santoso mencontohkan seperti konflik tambang di Kabupaten Banyuwangi yang terus berlanjut. Menurut Purwo Santoso emas dan tembaga diduga menjadi komoditas tambang utama di Banyuwangi. Kini, keberadaannya makin menarik untuk konsumsi perdebatan publik. Meskipun dikenal sebagai daerah kaya SDA, terdapat indikasi bahwa pengambilan keputusan untuk menambang (decide to extract) kekayaan alam yang begitu melimpah tersebut secara de facto tidak melibatkan peran masyarakat lokal.
“Keterlibatan masyarakat sendiri semestinya menjadi sebuah keniscayaan, mengingat fakta bahwa masyarakat lokal merupakan pihak pertama yang merasakan secara langsung dampak dari aktivitas pertambangan di lingkungannya,” katanya.
Oleh karena itu, menurut Purwo Santoso, PolGov UGM terdorong untuk melakukan penelitian terkait pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat lokal mengenai sumber daya alam. Penelitian yang dilakukan di akhir tahun 2015 menunjukkan bahwa masyarakat lokal memiliki pengetahuan terhadap pengelolaan sumber daya berdasarkan tradisi dan praktik keseharian, nilai dan norma agama, serta mitos dan kepercayaan.
“Pengetahuan lokal tersebut sesungguhnya dapat dijadikan salah satu dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan penerbitan izin eksplorasi dan eksploitasi di Bumi Blambangan. Sementara keterlibatan masyarakat lokal dalam proses pengambilan kebijakan terkait pengelolaan sumber daya juga dinilai dapat menekankan potensi kerusakan dan konflik yang mungkin ditimbulkan,” tutur Purwo. (Humas UGM/ Agung)