
Persoalan nuklir merupakan salah satu isu yang menarik perhatian masyarakat global saat ini. Pengembangan nuklir, khususnya sebagai senjata pemusnah massal, memunculkan ancaman keamanan bagi negara-negara di dunia. Indonesia dengan pendekatan politik luar negeri bebas aktif memiliki peran strategis untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan diplomasi, serta menawarkan solusi yang komprehensif terhadap isu nuklir ini.
Isu nuklir ini menjadi latar belakang diselenggarakannya Simposium bertajuk ‘Science and Diplomacy for Peace and Security: the CTBT @ 20’ di Vienna, Austria. Kegiatan yang berlangsung dari tanggal 25 Januari hingga 4 Februari ini diselenggarakan oleh Preparatory Commissions for The Comprehensive Nuclear test-ban Treaty Organization (CTBTO), sebagai salah satu badan yang telah mempromosikan pelarangan kegiatan uji coba nuklir demi menjaga keamanan dan perdamaian dunia selama 20 tahun terakhir.
Mardhani Riasetiawan, dosen Program Ilmu Komputer, Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika, FMIPA UGM, yang turut mengikuti simposium ini menyampaikan kegiatan ilmiah yang menghadirkan pimpinan dari berbagai badan dunia tersebut diadakan untuk mencari solusi terbaik yang bisa diterima semua negara di dunia melalui pendekatan ilmiah, salah satunya dengan strategi Science in Diplomacy and Science for Diplomacy.
“Pada kegiatan ini peserta tidak hanya mendengarkan materi, tetapi juga ikut dalam rangkaian kegiatan simulasi penanganan krisis nuklir internasional, manajemen informasi untuk International Information Monitoring System, juga membangun jaringan untuk memperkuat sinergi peneliti dalam isu-isu internasional,” ujarnya, Rabu (27/1).
Dalam kesempatan itu, Mardhani yang saat ini sedang melakukan kegiatan joint research bersama University of Vienna, menjelaskan bagaimana negara-negara seperti Indonesia sebagai non-nuclear weapon country bisa berperan aktif dalam negosiasi krisis. Ia menambahkan universitas sebagai pusat kegiatan penelitian dapat membantu memperkenalkan metode dan pendekatan terbaik untuk memperkuat peranan Indonesia, dengan menempatkan sains sebagai alat diplomasi.
“Kesempatan internasional ini tidak hanya menunjukkan bahwa Indonesia siap untuk memberi kontribusi secara internasional, tetapi juga menempatkan UGM untuk turut aktif berkontribusi tidak hanya pada isu nasional, tetapi juga dalam isu-isu internasional. Science and diplomacy bisa dijadikan sebuah fokus yang akan menjadikan peran UGM semakin nyata di dunia internasional serta nasional,” jelasnya. (Humas UGM/Gloria)