Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc. PhD., berkesempatan menjadi pembicara kunci dalam konferensi internasional bertajuk QS in CONVERSATION: Advanching Female Leadership Through Higher Education, Rabu (3/2) di Milan, Italia. Konferensi yang diselenggarakan oleh salah satu lembaga prestisius dalam pemeringkatan universitas di dunia, Quacquarelli Symods ini, diikuti lebih dari 120 peserta yang berasal dari 69 universitas di 32 negara.
Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita menyampaikan presentasi bertajuk “Engineering Emancipation of Indonesia: The Role of Women in STEM Education”. Ia memaparkan kontribusi signifikan wanita dalam perjalanan bangsa Indonesia yang dimulai dari abad ke-19 sampai abad ke-21. Ia memulai dengan menjelaskan peranan wanita pada abad ke–19, suatu periode yang dikenal sebagai masa perjuangan yang cukup berat bagi para wanita dalam mewujudukan emansipasi. Sementara itu, pada abad ke-21, perjuangan para wanita terlihat pada usaha untuk mewujudkan harmoni gender dalam ilmu pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Rektor UGM menyampaikan harmonisasi gender dalam pendidikan STEM (Science Technology Engineering and Mathemathic) sangat diperlukan. Wanita, menurutnya, memiliki kemampuan khusus seperti kemampuan untuk mendengarkan, rasa empati, serta adaptabilitas yang tinggi. Karena itu, soft power wanita akan memberikan warna berbeda dalam pendidikan STEM.
Dalam kesempatan itu, Dwikorita juga menekankan bahwa pendidikan STEM harus dilakukan dalam konteks multidisiplin, serta diadaptasikan pada kondisi sosial dan budaya masyarakat.
“Pendidikan STEM sebaiknya tidak memadang bahwa keilmuan tersebut terpisah dengan keilmuan lain, namun harus dikombinasikan dengan berbagai disiplin dan disesuaikan pada konteks sosial budaya masyarakat,” jelasnya.
Contoh konkret pentingnya pendekatan multidisiplin dalam pendidikan STEM di antaranya adalah pengembangan human technology dalam mitigasi bencana longsor di Indonesia dan bagaimana menerjemahkan STEM ke dalam wujud seni yang mudah dipahami oleh masyarakat luas. Ilmu keteknikan yang bersifat hard sciencedan dikombinasikan dengan pendekatan sosial, kultural, dan psikologis masyarakat terbukti mampu menghasilkan solusi komprehensif dalam mitigasi bencana. Selain itu, metode tersebut saat ini telah diduplikasi di seluruh wilayah rawan longsor di Indonesia. Mengakhiri pidato, Dwikorita menekankan pentingnya harmonisasi gender sebagai suatu keharusan untuk mencapai kedaulatan dan daya saing bangsa dalam masyarakat global. (Humas UGM/Gloria)