Indonesia timpang: Antara SDM Bidang Manajemen Bencana Alam
Dengan Tingkat Kerawanan Bencana Alamnya
Kenyataan menunjukkan bahwa posisi geografis dan geologis wilayah Indonesia sangat rentan terhadap ancaman berbagai jenis bencana alam seperti gempabumi, tsunami, letusan gunungapi, tanah longsor, banjir dan kekeringan, bahwa meningkatnya ledakan hama penyakit dan bencana sosial lainnya, dari waktu ke waktu makin meningkat pula. Pengalaman tsunami di Aceh dan Sumut tahun lalu dapat dijadikan pelajaran betapa tidak siapnya kita dalam menganggapi bencana, tidak hanya pemerintah tetapi masyarakat lokalpun tidak mengerti apa yang seharusnya dilakukan dalam menghadapi bencana. Kondisi seperti ini akan menimbulkan jumlah korban dan kerugian yang sangat besar, bahkan tidak sebanding dengan hasil-hasil pembangunan selama ini. Pendapat tersebut dikemukakan Kepala Pusat Studi Bencana UGM Prof. Dr. Sutikno dalam release yang disampaikan ke Humas UGM (21/06/05).
“Penanganan bencana alam umumnya masih bersifat tanggap darurat (emergency response) bukan merupakan kegiatan yang berkelanjutan mengikuti siklus manajemen bencana (disaster management cycle), ironisnya pula alokasi dana pemerintah untuk penanganan bencana alam masih bersifat dana cadangan, padahal sebetulnya dapat direncanakan alokasi untuk tahap sebelum bencana dalam rangka mengurangi risiko dampak bencana alam pada masyarakat,” ujarnya pak Tikno.
Menurut pak Tikno, akibat bencana alam ternyata mengancam pembangunan berkelanjutan termasuk perhatian dunia dalam manajemen bencana alam menjadi perhatian yang sangat serius. Kita dapat membandingkan manajemen bencana di negara-negara berkembang lainnya seperti India, Thailand, Filipina, Sri Lanka, dan negara-negara maju seperti Australia, Jepang dan Belanda. “Konsep manajemen bencana berbasis partisipasi masyarakat (community-based disaster management) dengan menggunakan teknologi pengideraan jauh (remote sensing) dan sistem informasi geografis (GIS) telah banyak digunakan dan hasilnya dapat dimanfaatkan khususnya dalam tahapan sebelum terjadi bencana, selama berlangsung bencana dan pasca bencana,” ungkapnya.
Pak Tikno menuturkan, ketersediaan (penyiapan tenaga) yang mengerti berbagai aspek dalam manajemen bencana khususnya yang terkait dengan permasalahan sosial/kemanusiaan sangat dibutuhkan di Indonesia. “Departemen Sosial RI yang merupakan pilar utama dalam struktur BAKORNAS PBP (Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Pengungsi) merupakan mitra bagi perguruan tinggi seperti PSBA UGM ini, khususnya dalam menangani masalah sosial kebencanaan,” jelasnya.
Lebih lanjut pak Tikno mengatakan, saat ini Indonesia baru memiliki sekitar 500-an sarjana (S1, S2 dan S3) dan 470-an lulusan kursus singkat kebencanaan di PSBA UGM selama 8 tahun terakhir ini terutama mereka yang telah mempunyai latar belakang ilmu-ilmu geo-science, padahal penanganan bencana alam memerlukan ilmu-ilmu lainnya termasuk kedokteran dan ahli sosial lainnya. “Sementara data di PSBA UGM (2005) menunjukkan bahwa potensi Tsunami di Indonesia dapat terjadi di pantai-pantai NTT, NTB, Biak, Banyuwangi, Sulawesi, Maluku, Bengkulu, , Selat Sunda, Padang dan Aceh. Daerah-daerah tersebut berpenduduk cukup hingga sangat padat, terutama mereka yang tinggal di pantai. Jadi resiko terkena tsunami sangat tinggi, karena berdasarkan data sejarah kejadian tsunami di indonesia tercatat ertinggi di Selat Sunda (akibat letusan Gunung Krakatau mencapai tinggi “run-up” 41 meter), di tempat lainnya sekitar 20 meter yaitu di Sumbawa, Seram, Sumba dan Flores. Tingginya risiko terkena bencana alam menjadikan perhatian dan perlunya kerjasama antara PSBA UGM dengan Depertemen Sosial,” tuturnya.
Ditambahkan, beberapa kegiatan dalam rangka kerjasama yang berlangsung selama 5 tahun ini (2005-2010) meliputi: (i) Pemetaan daerah rawan bencana, pendataan korban bencana, penanganan korban bencana, dan pemberdayan masyarakat di daerah rawan bencana, (ii) Mengadakan pelatihan di bidang mitigasi bencana alam baik tingkat regional, nasional, maupun internasional, (iii) Mengadakan studi banding aspek kebencanaan pada lembaga yang telah sukses di bidang manajemen bencana, (iv) sosialisasi panduan mitigasi bencana dan jkajian ilmiah kebencanaan, (v) Strategi pemulihan sosial psikologis korban bencana alam,” tegas pak Tikno. (Humas UGM)