Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mulai diberlakukan pada akhir 2015 telah menjadi momok yang cukup meresahkan, baik bagi masyarakat maupun para pelaku industri di tanah air. Bagaimana tidak, dengan berlakunya MEA para pelaku bisnis dan tenaga kerja di tanah air tidak lagi hanya bersaing dengan para pebisnis dan pekerja domestik namun juga dengan berbagai institusi, perusahaan, pelaku bisnis, dan tenaga kerja dari berbagai negara yang telah memiliki daya saing tinggi.
KAFEGAMA INITIATIVES yang dibentuk oleh alumni Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada mengadakan seminar dihadiri oleh 3 Menteri dan 8 Kementerian dari Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo, Selasa (16/2) di Jakarta. Hadir dalam kegiatan tersebut Menko Maritim dan Sumber Daya, Menteri Perindustrian, Menteri Tenaga Kerja, dan para ahli dari Kemenko Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perdagangan serta Kementerian BUMN.
Seminar yang bertajuk “Menumbuhkan Ekonomi Kerakyatan Untuk Memenangkan MEA” adalah bagian pertama dari rangkaian Seminar, Focused Group Discussions, dan berbagai kegiatan lainnya yang akan diakhiri dengan penyusunan rekomendasi bisnis dan ekonomi yang nantinya akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo untuk mendukung Trisakti dan mewujudkan Nawacita.
Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli, menyampaikan bahwa dalam menerapkan MEA ada 3 cara yang bisa ditempuh, yaitu mendapatkan bantuan dari negara barat atau lembaga bantuan asing, mendapatkan bantuan dari 2 negara terbesar di Asia yang memiliki kelebihan likuiditas, yaitu Tiongkok dan India serta mengandalkan kekuatan sendiri.
“Alternatif terbaik adalah mengandalkan kekuatan sendiri, dan hal itu hanya dapat dicapai dengan memperkuat Ekonomi Kerakyatan, atau ekonomi yang berbasis kekuatan anak negeri serta konsumsi dan pembangunan dalam negeri,” kata Rizal.
Ada beberapa sektor yang menurut Rizal Ramli dapat dikembangkan dengan relatif cepat jika pemerintah berkomitmen untuk memfasilitasinya, seperti perizinan hingga pembiayaan. Ia mencontohkan pariwisata Indonesia memiliki potensi dan area wisata yang jauh lebih besar dari seluruh negara ASEAN namun rata-rata wisatawan yang datang ke Indonesia hanya 10 juta turis per tahun, jauh di bawah Thailand yang lebih dari 30 juta turis dan Malaysia yang mencapai sekitar 27 juta turis.
“ Padahal, kedua negara itu memiliki lahan yang jauh lebih kecil dari Indonesia. Untuk itu, sektor pariwisata akan menjadi fokus pemerintah di samping sektor-sektor lainnya,” imbuhnya.
Contoh lainnya adalah jumlah ikan Indonesia yang terbesar di ASEAN, namun ekspor ikan tanah air masih jauh di bawah Thailand dan Vietnam. Untuk itu pemerintah berkomitmen mendukung berbagai sektor industri yang dipandang dapat segera ditingkatkan daya saingnya dan yang dipandang perlu segera diperkuat karena sifatnya yang strategis. (Humas UGM/Satria;foto: istimewa)