Rinosinusitis kronis disertai polip hidung merupakan salah satu masalah kesehatan di bidang ilmu kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok (THT) yang prevalensinya terus meningkat. Pada tahun 2004-2007 tercatat antara 4,2-5,6% dari jumlah pasien di bagian THT RSUP, Dr. Sardjito terdiagnosis sebagai penderita rinosinusitis kronis, dan jumlahnya mengalami peningkatan setiap tahun. Meskipun prevalensi dan morbiditas rinosinusitis kronis disertai polip cukup tinggi, tetapi masih sedikit yang diketahui tentang mekanisme yang mendasari patogenesisnya.
“Salah satu jenis mikroorganisme yang kerap menginfeksi mukosa hidung dan sinus paranasal yang bersifat menetap adalah virus Epstein-Barr. Karena itu, besar kemungkinan bahwa virus tersebut menjadi salah satu penyebab timbul dan kambuhnya polip hidung pada penderita rinosinusitis kronis,” ujar dr. Luh Putu Lusy Indrawati M.Kes,Sp. THT-KL (K) saat mengikuti ujian terbuka program doktor, Selasa (23/2) di Fakultas Kedokteran UGM.
Dalam disertasinya Luh menganalisis peran virus Epstein-Barr terhadap timbulnya polip hidung pada penderita rinosinusitis kronis, termasuk menganalisis ekspresi dari berbagai protein pada polip hidung. Penelitian yang ia lakukan melibatkan 50 orang subjek, yaitu 25 orang penderita rinosinusitis kronis dengan polip hidung sebagai kelompok kasus, serta 25 orang penderita rinosinusitis kronis tanpa disertai polip hidung sebagai kelompok kontrol.
Secara garis besar, ada 3 faktor penting terjadinya polip, yaitu adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus, adanya gangguan keseimbangan vasomotor, serta adanya peningkatan tekanan cairan interstisial dan edema mukosa hidung.
Sementara itu, virus Epstein-Barr sendiri merupakan salah satu virus herpes yang dapat ditemukan dimana-mana, penyebarannya antarmanusia dengan perantara saliva. Diperkirakan sekitar 90% populasi manusia terinfeksi oleh virus tersebut dan infeksinya berawal dari orofaring yang menyebar ke seluruh tubuh. Salah satu produk virus Epstein-Barr adalah Epstein-Barr Nuclear Antigen-1 (EBNA-1) yang selalu diekspresikan di setiap tipe infeksi latennya.
“Dalam penelitian ini ekspresi EBNA-1 dapat dikatakan sebagai penanda adanya infeksi laten virus Epstein-Barr pada mukosa hidung khususnya pada penderita rinosinusitis kronis dan dapat dikatakan sebagai faktor risiko terjadinya polip hidung,” jelasnya.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan ekspresi protein EBNA-1 pada penderita rinosinusitis kronis yang disertai polip dan yang non-polip dengan nilai p = 0.004, OR = 6,00 (1,7-21,3). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa adanya riwayat infeksi virus Epstein-Barr dapat meningkatkan risiko timbulnya polip hidung pada penderita rinosinusitis kronis sebesar 6 kali lebih kuat daripada yang tidak terinfeksi.
“Deteksi dini virus Epstein-Barr pada rinosinusitis kronis diharapkan dapat digunakan sebagai proses skrining rutin pada semua penderita rinosinusitis kronis. Selain itu, sekaligus untuk memprediksi timbulnya polip hidung, sebagai salah satu kemajuan terapi, dan menentukan prognosis kesembuhan pasien,” tambahnya. (Humas UGM/Gloria)