Gangguan berbahasa disebut afasia. Pola gangguan bahasa Indonesia yang berkaitan dengan kerusakan otak ini salah satunya disebabkan karena stroke. Angka kejadian stroke dari hari ke hari semakin meningkat, sebagai hasil peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu, penderita afasia motorik membuat bunyi sesuai dengan kemampuan motorik bicara yang masih ada, sedangkan penderita afasia sensorik membuat bunyi sesuai dengan kemampuan memahami pertanyaan atau perintah yang diberikan.
“Penderita afasia motorik berusaha membuat bunyi, penderita afasia sensorik menanggapi rangsang bunyi,” tutur Luita Aribowo, pada ujian terbuka program doktor di Fakultas Ilmu Budaya UGM, Rabu (24/2).
Dalam disertasinya berjudul Gangguan Produksi Bunyi Ujaran Penderita Afasia karena Stroke: Studi Kasus di Dep/SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Luita mengatakan kedua penderita baik afasia sensorik maupun motorik membuat rangkaian bunyi sesuai kemampuan yang ada. Seringkali penderita marah-marah karena maksud atau keinginan penderita tidak dipahami dan tidak dimengerti oleh keluarga yang menunggu.
Luita memaparkan produksi bunyi yang dilakukan oleh kedua jenis afasia, motorik maupun sensorik, berusaha membuat bunyi yang paling mudah dilakukan, dengan artikulasi ringan bukan artikulasi berat atau kuat.
“Bunyi bersuara diubah menjadi bunyi tak bersuara. Bunyi belakang diubah menjadi bunyi depan, dan bunyi diubah menjadi bunyi bilabial karena bunyi bilabial mudah dibuat dan bunyi awal yang dikuasai manusia,” urai dosen di Universitas Airlangga tersebut.
Kecenderungan lain, adalah produksi bunyi mengikuti hukum usahaminimal (minimal law effort) dan juga berkaitan dengan proses atau tahapan pemerolehan bunyi bahasa pada anak. Ada bunyi-bunyi awal kehidupan manusia. Beberapa penderita melakukan itu, baik afasia motorik maupun afasia sensorik.
Menurut Luita penelitian yang dilakukannya di Bangsal Saraf Dep/SMF Ilmu Penyakit Saraf RS Dr. Soetomo Surabaya ini bermanfaat untuk melihat produksi bunyi penderita afasia karena stroke, serta perbandingannya. Selain itu, untuk mendapatkan gambaran derajat keparahan penderita afasia dari perspektif linguistik, utamanya produksi bunyi (Humas UGM/Satria)