
Pancasila sebagai ideologi terbuka seharusnya diajarkan pada segenap lapisan masyarakat. Selain itu, harus diterjemahkan pula ke dalam kurikulum pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Pasalnya sejak reformasi digulirkan, Pancasila tidak lagi dikenalkan secara masif kepada masyarakat namun juga kepada para penyelenggra negara yang dinilai belum sepenuhnya paham dan menguasai tentang ideologi bangsa. “Setiap penyelenggara negara harus tahu dan paham ideologi pancasila, bukan malah belajar setelah jadi penyelenggara negara, itu sangat merugikan negara,” kata pakar dari Pusat Studi Pancasila UGM, Prof. Sudjito, dalam diskusi bertajuk Pancasila sebagai Ideologi dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di Hotel Santika Yogyakarta, Kamis (3/3). Diskusi yang diselenggarakan Pusat Studi Pancasila dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI ini menghadirkan beberapa pakar, akademisi, tokoh masyarakat serta enam orang anggota MPR, diantaranya Ruhut Sitompul dan Martin Hutabarat.
Sudjito mensinyalir saat ini banyak para penyelenggara negara yang tidak begitu paham tentang ideologi Pancasila sehingga produk Undang-undang yang dihasilkan tidak sedikit yang bertentangan dengan Pancasila. Semestinya, kata Sudjito, para calon penyelenggara negara sebelum mereka mengemban tugas perlu memahami tentang ideologi Pancasila. “Pancasila sebagai ideologi sangat penting. Tapi Pancasila sebagai ideologi tidak pernah diajarkan. Di universitas, mata kuliah ideologi saja tidak diajarkan, hal ini sangat memprihatinkan,” terangnya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh PSP UGM sebelumnya, sebanyak 426 UU yang dihasilkan oleh DPR sepanjang tahun 2008-2011, terdapat 102 UU digugat ke Mahkamah Konstitusi. “Ada sekitar seperempat dari jumlah UU itu yang diperkarakan,” kata Kepala PSP UGM, Dr. Heri Santoso.
Heri menuturkan UU yang diperkarakan di MK tersebut dipermasalahkan terkait substansi dan prosedur pembuatan UU yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.
Sementara anggota MPR RI, Martin Hutabarat, mengakui penguatan Pancasila sebagai sebuah ideologi semakin ditinggalkan pasca reformasi. Namun begitu, pengenalan Pancasila ke masyarakat bukanlah tanggungjawab MPR semata namun juga dari pihak pemerintah. “Sosialisasi empat pilar sebenarnya bukan tugas MPR, seharusnya tugas MPR lebih ke soal isu strategis terkait kedaulatan. Sosialisasi itu lebih dilakukan oleh eksekutif,” tuturnya.
Guru Besar Filsafat UGM, Prof Kaelan, mengatakan sejak reformasi digulirkan banyak orang seakan-akan enggan berbicara tentang Pancasila,”Malu, filosofi pancasila seolah dikubur oleh bangsanya sendiri,” katanya.
Padahal, kata Kaelan, negara yang sukses di dunia didukung oleh kuatnya filosofi yang dimiliki bangsanya dan dianut oleh warga negaranya. “Filosofi bangsa ini tergerus. Tapi sekali lagi, Pancasila itu bukan lampu aladin, setiap digosok, lalu (apa yang diinginkan) ada. Suatu negara harus selalu punya nilai fundamental. Namun, sekarang ini kondisinya serba tidak jelas,” pungkasnya.(Humas UGM/Gusti Grehenson)