Diperkirakan 95% kasus hipertensi di masyarakat tidak diketahui secara pasti penyebabnya. Di beberapa suku atau bangsa perbedaan jumlah kejadian hipertensi disebabkan perbedaan kultur atau genetik, atau interaksi antara genetik dan lingkungan atau nutrisi.
Menurut Dra Sunarti MKes, adanya faktor nutrisi saja, seperti konsumsi garam yang tinggi tidak akan meningkatkan tekanan darah sampai tingkat abnormal, namun kombinasi konsumsi garam tinggi dengan kecenderungan genetik akan meningkatkan tekanan darah sampai tingkat abnormal.
“Hipertensi sering berkaitan dengan gangguan vasodilatasi yang disebabkan kekurangan nitrit oksid. Nitrit oksid sendiri dihasilkan oleh sel endotel pembuluh darah dan kekurangan nitrit oksid ini dikarenakan peningkatan homosistein darah,” ungkapnya.
Staf Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran UGM mengatakan hal itu, saat melaksanakan ujian terbuka program doktor hari Senin (5/11) di Sekolah Pascasarjana UGM. Promovendus didampingi promotor Prof dr Abdul Salam M Sofro PhD SpKT dan kopromotor Prof dr Mohammad Hakimi SpOG PhD mempertahankan desertasi “Interaksi Polimorfisme Genetic Metilentetrahidrofolat Reduktase dan Metabolisme Folat Pada Hipertensi Esensial”.
Kadar homosistein darah yang tinggi, kata Sunarti, dapat disebabkan oleh mutasi C677T gen MTHFR atau kekurangan folat. Oleh karena itu, penelitiannya diharapkan akan memperjelas mekanisme penyebab hipertensi yang belum diketahui, sehingga membantu dokter, penderita hipertensi maupun keluarganya dalam mengendalikan tekanan darah.
Hasil penelitian Survaillance of Non-Communicable Diseases di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, sebanyak 76 subyek laki-laki hipertensi terdapat 19 (25%) orang membawa risiko genetik C677T gen MTHFR dan 6 (8%) diantaranya kekurangan folat. Hasil lain menunjukkan 74 laki-laki non hipertensi terdapat 14 (19%) orang membawa risiko genetik C677T gen MTHFR dan 3 (4%) diantaranya juga mengalami folat.
“Pada orang pembawa risiko genetik memiliki risiko mengalami hipertensi sebesar 1,36 kali disbanding mereka yang tidak membawa risiko genetik, sedangkan mereka yang kekurangan folat memiliki risiko mengalami hipertensi sebesar 1,40 kali disbanding mereka yang cukup folat. Bila seseorang membawa faktor genetik dan kekurangan folat, maka orang tersebut memiliki risiko mengalmi hipertensi sebesar 2,30 dibanding orang normal. Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi merupakan hasil interaksi antara faktor risiko genetik dan nutrisi,” tambah istri Ir Yudhi Riyarso ini.
Ibu Nurdhina Arifa, Shabrina Alifah dan Kholil Asjauddin menuturkan, faktor risiko genetik merupakan faktor risiko inti yang diperkuat faktor risiko lingkungan atau nutrisi. Faktor risiko genetik mungkin sulit dimodifikasi atau dihilangkan, namun faktor risiko nutrisi atau lingkungan sangat memungkinkan untuk dimodifikasi atau dihilangkan. “Oleh karena itu, identifikasi faktor risiko nutrisi atau lingkungan terkait dengan faktor genetik sangat penting agar dapat memodifikasi atau menghilangkan faktor nutrisi atau lingkungan sehingga hipertensi dapat dicegah,” tutur perempuan kelahiran Wonogiri 3 Desember 1965 yang dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude.
Oleh karena itu dalam sarannya, Sunarti menghimbau agar penderita hipertensi sebaiknya banyak mengkonsumsi makanan kaya folat seperti sayuran berdaun hijau untuk mencegah terjadinya peningkatan kadar homosisteine darah yang dapat meningkatkan tekanan darah. (Humas UGM)