
Kementerian Kesehatan meyelenggarakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio yang digelar pada 8-15 Maret 2016 secara gratis. PIN berlangsung serentak di seluruh provinsi, kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Absennya DIY dalam program PIN 2016 ini dikarenakan cakupan imunisasi sudah melebihi target nasional. Pemerintah menargetkan cakupan imunisasi secara nasional hingga 95 persen, sementara di DIY cakupan imunisasi sudah mencapai 98 persen. Disamping itu, DIY juga memiliki surveilans lingkungan yang baik dan tidak ditemukan virus polio liar.
Dokter anak RS UGM, dr. Fita Wirastuti, M.Sc., Sp.A., mengatakan bahwa sejak tahun 2007 silam DIY sudah tidak menggunakan vaksin polio tetes/oral. DIY telah menggunakan Inactived Polio Vaccien (IPV) atau vaksin polio injeksi. Vaksin ini merupakan virus polio yang telah dimatikan dan disuntikkkan pada balita.
“Mulai tahun 2007 lalu DIY sudah memasukkan vaksin polio suntik kedalam program imunisasi,” jelasnya, Kamis (10/3).
Vaksin polio suntik telah menjadi program imunisasi wajib di DIY. Vaksin diberikan sebanyak tiga kali dalam imunisasi dasar 9 bulan, yaitu pada usia 2,3, dan 4 bulan. Selanjutnya, vaksin akan diberikan kembali sebagi booster pada usia 18 bulan dan 2 tahun.
“Jadi, bagi para ibu yang memiliki anak balita di DIY tidak perlu ikut PIN Polio karena vaksin ini sudah menjadi program imunisasi wajib di DIY,” jelasnya.
Fita menyampaikan kegiatan imunisasi polio secara serentak di seluruh provinsi pada balita usia 0-59 bulan merupakan bentuk komitmen dalam mengeradikasi polio secara global pada 2020. Pemberian vaksin polio diharapkan mampu mencegah anak-anak Indonesia tertular virus polio dan mempertahankan status Indonesia yang bebas polio sejak 2014 lalu.
“Meskipun WHO telah memberikan sertifikasi bebas polio, namun risiko penyebaran penyakit ini masih cukup tinggi. Selama virus polio liar masih ada di dunia maka risiko terjadinya penularan tetap ada,” terangnya.
Polio merupakan penyakit menular yang disebabkan infeksi virus poliomyelitis. Infeksi virus ini dapat menyebabkan kelumpuhan secara permanen bahkan kematian. Penyebaran virus ini melalui kontak dengan makanan, minuman maupun percikan ludah yang telah terkontaminasi virus polio.
Fita menyebutkan Indonesia masih berisiko tinggi terjangkit lagi penularan polio melalui importasi dari negara lain yang belum bebas polio. Saat ini, masih ada dua negara yang belum bebas polio, yaitu Afganistan dan Pakistan. Karenanya, upaya-upaya pencegahan timbulnya kembali polio perlu dilakukan melalui imunisasi polio ini. Pasalnya, masih ada sejumlah daerah di Indonesia terutama kawasan Timur Indonesia yang memiliki cakupan imunisasi polio yang rendah.
“Melalui imunisasi ini diharapkan meningkatkan kekebalan anak sehingga dapat menaikkan kualitas dan kesehatan hidup masyarakat,”tuturnya. (Humas UGM/Ika)