Yogya, KU
Sebanyak enam juta perangkat komputer yang digunakan di tanah air disinyalir menggunakan software bajakan atau sekitar 87 persen dari seluruh perangkat komputer yang digunakan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ir Lolly Amalia Abdilla M.Sc, Direktur Sistem Informasi Perangkat Lunak dan Konten Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika Depkoimfo, dalam Seminar ‘National Free and Open Source Sopftware for Business strategic and Competitive Advantage for Corporate,’ Senin (19/11) di Gedung Auditorium MM UGM.
“Untuk mengurangi jumlah pembajakan software ini perlu dikembangkannya program software linux open source, agar dunia internasional tidak lagi semena-mena menetapkan Indonesia sebagai negara pembajak software apalagi dimasukkan dalam daftar blacklist,” katanya.
Kendati sudah ada sanksi hukum yang mengatur bagi pelaku pembajakan namun tetap saja kasus pembajakan mengalami kenaikan cukup signifikan.
“Padahal kasus pembajakan ini sendiri melanggar UU Haki No 19 tahun 2002 dan juga Fatwa MUI yang sudah menyebutkan hukumnya haram,” ujarnya.
Maka dari itu, untuk mengantisipasi tingkat pembajakan yang di Indonesia, kata Lolly, perlu disosialisaikan lagi program Indonesian Go Open Source (IGOS) karena sangat bermanfaat bagi masayarakat dan uang masyarakat tidak akan lari ke luar negeri hanya sekedar membayar lisensi.
“Adanya open source, maka kita tidak lagi harus membayar lisensi ke luar negeri karena software ini sifatnya gratis, bias memunculkan kreativitas bagi penggunanya dan membuka lapangan kerja. Selain itu, yang terpenting adanya open source maka kemanan data akan terjamin sebab software ini bebas dari ancaman virus,” tegasnya.
Lolly juga mengemukakan jika selama ini perkembangan pemakaian open source mengalami hambatan sejak dilauncing tahun 2004 lalu karena minimnya minat masyarakat untuk menggunakan open source tersebut.
“Belum begitu banyak peminatnya, apalagi di kalangan perguruan tinggi dan institusi pemerintah tidak banyak yang menggunkan IGOS ini,” tukasnya..
Dirinya mengakui, tidak mudah memang mengajak masyarakat untuk mengadopsi sesuatu yang baru apalagi menggunakan software baru berprogram linux ini, alasannya masyarakat sudah terbiasa dan dimanjakan menggunakan program software yang berlisensi dari luar negeri.
“Perguruan tinggi dan lembaga pemerintah belum menggunakan open source karena mereka malas untuk memberikan pelatihan dan pendidikan kepada staf dan pegawainya,” imbuhnya. (Humas UGM)