Universitas Gadjah Mada mewisuda 1.319 lulusan pascasarjana terdiri 1.214 master, 58 spesialis dan 47 doktor. Masa studi rata rata untuk lulusan master adalah 2 tahun 10 b ulan, jenjang spesialis 3 tahun 11 bulan dan program doktor 5 tahun 3 bulan. Nilai IPK rata-rata untuk program magister adalah 3,58, sedangkan lulusan spesialis 3,57 dan program doktor 3,76.
Peraih IPK tertinggi untuk program master diraih Latifah Listyalina dari prodi Teknik Elektro FT UGM yang meraih IPK 4,00. Sedangkan jenjang spesialis, diraih Yunika Puspa Dewi dari program patologi klinik FK UGM yang lulus 3,95. Sementara IPK tertinggi untuk program doktor diraih Guntari Titik Mulyani dari prodi sains veteriner FKH UGM yang meraih IPK 4,00.
Rektor UGM Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., dalam pidato sambutannya menyampaikan ucapan selamat kepada para wisudawan yang telah menyelesaikan pendidikan program pascasarjana. Ia berharap para wisudawan bisa mempraktikkan ilmu yang didapat untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. “Saya berharap saudara selalu memegang teguh nilai, menjunjung tinggi moral dan tata susila serta bekerja dengan jujur, tekun dan penuh tanggung jawab,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Rektor mengatakan para wisudawan saat ini menghadapi tantangan era perubahan kehidupan digital. Sehingga mau tidak mau harus bisa beradaptasi dengan perubahan tersebut. Namun demikian, kemudahan berkomunikasi di dunia digital menurutnya jangan sampai menghambat dan merugikan banyak orang. “Meski baik, tapi ICT bisa berbahaya, mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Sekarang ini setiap orang gemar meninggalkan jejak digital di dunia maya. Singkat kata, internet menyimpan data kehidupan kita, cetak biru kita ada di dunia maya,” ungkapnya.
Yang menjadi persoalan, imbuh Rektor, semua rekam jejak dan aktivitas seseorang yang aktif di dunia maya disimpan dan dimiliki oleh bangsa lain. Menurutnya SDM bangsa Indonesia harus mampu mengembangkan teknologi digital secara mandiri agar data yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tidak dimiliki oleh bangsa lain. “Kita harus mampu mengembangkan teknologi digital agar kita memiliki teknologi digital secara mandiri, agar data yang diunggah milik bangsa kita sendiri. Bagaimana yang dilakukan China dan India yang berdaulat pada teknologi digitalnya,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)