Yogya, KU
Rektor UGM Prof Ir Suhdjarwadi M.Eng PhD menegaskan bahwa Pak Harto merupakan pemimpin bangsa yang sangat desesif dan konfiden dalam mengambil sebuah keputusan, meski keputusan yang diambil tersebut tidak populer di mata rakyatnya.
“Pak Harto merupakan pemimpin yang sangat desesif dan konfiden dalam mengambil keputusan. Sehingga yang menjalankan dalam hal ini para menterinya memiliki kemantapan dalam melaksanakan perintahnya,” kata Sudjarwadi kepada wartawan, Senin (28/1) di Kampus UGM.
Sebagai pemimpin, kata Sudjarwadi, Pak Harto, memiliki visi jauh kedepan dalam rangka membangun Indonesia. Bahkan untuk mewujudkan cita-citanya tersebut, Pak Harto rela dan banyak belajar dengan para teknokrat.
“Pak harto pada awal memerintah, betul betul merasa tidak tahu segalanya, sehingga beliau mengumpulkan para teknokrat untuk ditanyai, bangsa kita itu akan kita bagaimanakan, sehingga dibuat perencanaan seperti melibatkan pak Sadli, pak Emil Salim, dan Pak Ali Wardana,” katanya.
Dijelaskan oleh Sudjarwadi, sosok Suharto sebagai presiden yang kedua RI, merupakan pemimpin yang diperlukan pada saat era kejatuhan Orde Lama, dimana kondisi ekonomi bangsa sedang terpuruk.
“Suharto tampil di saat yang tepat ketika rakyat terbelenggu beban ekonomi yang cukup mendalam waktu itu,” kata Sudjarwadi.
Sedangkan beberapa program ekonomi Suharto saat menjabat sebagai presiden yang masih sangat relevan untuk dikembangkan saat ini yakni menciptakan stabilitas, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan.
Dihubungi secara terpisah, Sejarawan UGM Drs Adaby Darban SU ketika dimintai komentarnya tentang Suharto mengatakan, sebagai warga Negara yang baik sudah sepantasnya kita menghormati mantan presiden kedua RI ini meski banyak kelebihan dan kekurangan, pro dan kontra, kesemuanya itu diangggap sebagai hal yang wajar.
“Sebagai fakta sejarah, pak Harto merupakan pejuang kemerdekaan dan telah mempertahankan kemerdekaan, dalam peristiwa serangan umum 1 maret 1949, beliau merupakan orang lapangan yang menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia masih eksis, padahal saat itu dunia internasional sudah menggagap RI telah dihabisi oleh belanda,” katanya.
Ketika disinggung tentang keberadaan supersemar, Adaby darban sepedapat bahwa perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui keaslian supersemar yang sesungguhnya.
“Ini juga perlu kita gali lagi fakta sejarahnya dan mudah-mudahan bisa diketemukan yang aslinya,” katanya.
Sedangkan terkait diperlukan atau tidaknya pelusuran kembali tetang penulisan sejarah bangsa Indonesia yang dibuat di era Orde baru, Adaby Darban akui jika sudah ditemukan fakta sejarah baru hal itu bisa saja dilaksanakan.
“Pada prinsipnya, sejarah itu boleh ditulis kembali. Sejarah yang berupa Tulisan sebenarnya belum seobyektif mungkin hingga seratus persen. Kalo ditemukan fakta baru, dan fakta tersebut lebih kuat, maka akan bisa menggugurkan fakta sejarah yang lama,” urainya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)