Pakar listrik UGM Dr Tumiran menegaskan bahwa mengatasi krisis listrik yang terjadi di Indonesia saat ini dibutuhkan langkah-langkah berani secara bersama-sama oleh masyarakat maupun pemerintah. Menurut Tumiran, masyarakat harus mulai melakukan pengurangan beban listrik dan melakukan penghematan penggunaan energi listrik tersebut.
“Jika hal itu dilakukan maka akan mengurangi pemadaman listrik bahkan mungkin pemadaman tidak akan dilakukan,” terangnya kepada wartawan di UGM, Kamis (21/2) di Kampus UGM.
Tumiran menambahkan, penghematan listrik bisa dilakukan jika masyarakat mampu menggunakan listrik hanya 50 persen dari kapasitas yang sebelumnya digunakan.
“Jika biasanya gunakan 200 watt yang mulai gunakan 100 watt dan seterusnya,” tambahnya.
Diakui Tumiran, kebijakan pemadaman listrik jelas bukan hanya merugikan PLN. Tetapi kata Tumiran, kerugian yang sama juga dialami oleh masyarakat. Hal itu dicontohkannya jika pemasanga dilakukan pada dunia industri maka banyak pihak yang akan dirugikan termasuk masyarakat itu sendiri.
“Karenanya bagaimana pun masyarakat mulai menyadari untuk melakukan penghematan listrik dari sekarang,” tegasnya
Selain itu, kata Tumiran, PLN sendiri sebagai penyedia listtrik di Indonesia juga harus mulai melakukan pembenahan manajemen. Pembenahan itu dilakukan bukan hanya dalam pengelolaan listrik semata tetapi juga dalam pengadaan stok energi primer bagi ketersediaan listrik sepanjang masa .
“Pengelolaan harus dilakukan optimal dengan memperhatikan resiko alam, resiko transportasi dan lain -lain sehingga tidak terjadi seperti sekarang. Saat ini stok batubara habis dengan alasan kapal tidak bisa masuk, kenapa tidak diatasi dimana lokasi itu bisa terjangkau, jelas berarti ini kita tidak bisa beri jaminan adanya pasokan listrik dengan baik,” tambahnya.
Jaminan itu kata dia, bukan hanya jaminan terhadap pasokan listrik saja tetapi juga sektor primernya.
“Kalau dengan batubara berarti jaminan batubara harus baik, dengan gas yang gas harus baik, kalau minyaknya harus baik,”paparnya.
Langkah selanjutnya kata Tumiran adalah pemerintah harus berani melakukan akselerasi pembangkit baru dengan energi yang murah. Menurutnya, saat ini pembangkit air telah diupayakan secara optimal. Tetapi kendalanya sumber air terbesar hanya terdapat di daerah Sumatera dan beberapa daerah lainnya.
“Sekarang yang bisa dimanfaatkan adalah memanfaatkan pembangkit listrik lokal di daerah. Pembangkit mikrohidro itu bisa dilakukan. Akselerasi proyek mikrohidro untuk pembangkit listrik daerah belum dilakukan. Harusnya Pemda-pemda mengakselerasi pembangkit-pembangkit sehingga tidak membebani pembangkit besar,” terangnya.
Dengan adanya otonomi daerah, kata Tumiran, harusnya Listrik sudah mulai di kelola pemerintah daerah. Karena kata dia, banyak energi-energi yang bisa dimanfaatkan di daerah untuk pembangkit listrik tersebut.
Langkah lain yang harus dilakukan pemerintah adalah, memperbaiki struktur tarif. “Kewajiban pemerintah untuk membantu masyarakat miskin untuk menikmati listrik harus dilakukan Tetapi bagi masyarakat yang memanfaatkan listrik untuk ‘kenikmatan’ sudah tidak pantas disubsidi. Dengan begitu subsidi akan turun dan bisa dilakukan untuk membangun pembangkit baru. Sebab, ada cross subsidi,” tegasnya.
Perbaikan struktur tarif tersebut sebenarnya sudah dilakukan, tetapi belum sesuai dengan besarnya biaya produksi yang dikeluarkan PLN. Menurutnya harga rata-rata listrik di Indonesia dijual Rp 650/kwh. Padahal biaya produksi yang dikeluarkan PLN mencapai Rp 950/kwh.
“Pemerintah harus berani melakukan perubahan struktur tarif. Dan masyarakat harus diajari bahwa bisnis listrik ini bisnis murni bukan masalah politik,” jelasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)