Yogya, KU
W.S Rendra mengaku bangga dan berterimakasih atas pemberian gelar doktor HC dalam bidang kebudayaan dari Universitas Gadjah Mada. Penganugerahan ini, bagi Rendra cukup berarti dan memiliki makna yang cukup mendalam karena dirinya merasa sebagai alumni yang telah dirangkul kembali oleh almamaternya.
“Saya sangat senang sekali, ini sebagai bukti rangkulan dari almamater, ibarat anak yang diperhatikan oleh ibunya,” ujar Rendra, Selasa (4/3) usai upacara penganugerahan gelar doktor honoris causa di ruang Balai senat UGM.
Terlihat beberapa tokoh yang ikut hadir menyaksikan upacara penganugerahan gelar honoris causa W.S Rendra, diantaranya Amien Rais, Ahmad Safii Maarif, Cak Nun, Joko Pekik, Butet Kertaradjasa, Jaduk Ferianto, Gunawan Muhammad, Eef Saifullah, Hariman siregar, Sultan Ternate.
Menurut mas willy, panggilan akrab Rendra, dengan pemberian gelar HC ini membuktikan bahwa UGM kini semakin memiliki keterbukaan dan bersifat demokratis. Sebelumnya, dirinya sempat dilarang pentas di kampus ini.
“Ini sebagai bentuk keterbukaan UGM, karena waktu saya mau mentas di sini dilarang pada jamannya rektor pak sukadji, ya toh, jadi sekarang sudah terbuka,” jelasnya.
Meskipun demikian, melalui kampus rakyat ini pula dirinya banyak mendapat berbagai pengetahun dan pengalaman dari mentornya, sebut saja Prof Umar Kayam dan Prof Kusnadi
“Masa remaja saya dibesarkan di kampus ini, saya banyak dibimbing oleh mentor-mentaor saya terutama mas kayam dan mas kusnadi,” katanya.
Bagi Rendra, peran kedua tokoh ini begitu penting dalam membentuk kakarkter dirinya untuk menjadi sekarang ini, bahkan ia banyak belajar dari pengalaman mereka.
“Mereka keras sekali, nyatanya saya mampu dipengaruhi dan diajarkan mengenai pendekatan-pendekatan masalah sosial dan kemanusiaan, metode itu dulunya saya banyak dipengaruhi oleh mas umar kayam, sedangkan dari mas Kusnadi itu selalu mengerem keliaran-keliaran saya,” tegasnya.
Sosok Prof Kusnadi, di mata Rendra ternyata banyak sekali memberi masukan dan saran agar selalu berhati-hati dalam bertindak. Bahkan Kusnadi pula yang sempat menyadarkan dirinya dari kebiasaan berbuat iseng.
“Sempat dalam pikiran saya, ini (Kusnadi) mencegah tujuan saya yang sering iseng dan mengandung tujuan, makanya saya sering diberi seruan dari soal-soal dedikasi dan sebagainya. Mas kusnadi itu orangnya kritis sekali, padahal saya baru masuk UGM saat itu, lho,” katanya.
Diakui penyair yang dijuluki si burung merak ini, di UGM sendiri, dirinya sempat mengeyam kuliah selama 10 bulan di fakultas sastra dengan mengambil jurusan sastra inggris, padahal rekan-rekan lainnya lebih gandrung memilih jurusan ilmu politik. Dijelaskan rendra, dirinya memutuskan keluar dari bangku perkuliahan karena merasa materi kuliahnya belum bisa menambah wawasan dan intelektualnya.
“Sempat juga saya sarjana muda, tapi sesudah itu sudah nggak lanjutin lagi, tapi 10 bulan awal kuliah saya sudah naik tingkat, bukan karena saya pintar tapi karena pelajarannya bodoh.” Kata rendra sambil tersenyum.
Meskipun akan menerima gelar doktor Honori Causa ia mengaku tidak berniat mengajar di bangku perguruan tinggi.
“Wah saya nggak punya bakat ngajar, dimana-mana saya ngajar, pasti pacaran dengan anak murid saya,” jawabnya.
Sementara pakar sastra barat UGM Prof Dr Bakdi Soemanto, menyebutkan Rendra adalah orang yang tahu banyak tentang berbagai macam hal terkait dengan sastra dan kebudayaan, namun pemikiran rendra ini belum tersentuh ke dalam dunia akademis.
“Sebenarnya dia itu resource person, orang yang tahu banyak macem-macem, namun di dunia akademik yang sangat formal kemampuannya akan mengalami kendala seperti mas willy itu, dia aja sarjana aja tidak selesai, bayangkan dia mau membimbing tesis atau diwawancarai macem-macem khan ngak bisa,” katanya.
Menurut Bakdi Soemanto, dengan dianugerahi gelar doktor honoris causa ini maka pemikiran Rendra bisa bermanfaat bagi dunia akademik.
“Melalui HC, dia bisa masuk ke dunia akademik, dan dia bisa dimanfaatakan di fakultas kita (FIB), dia bisa memberi kuliah, beri ceramah umum, bahkan bisa meguji segala, bahkan menjadi promotor atau orang yang berhak membimbing,” tambahnya.
Bagi Bakdi soemanto, Sosok Rendra merupakan manusia langka yang memiliki kreativitas yang tinggi dalam seni dan kebudayaan.
“Mas willy ini khan manusia langkah yang keratif, karyanya berupa puisi, lakon, esai, cerpen dan sebagainya begitu kemuncullannya sudah mampu menggetarkan,” jelasnya.
Budayawan Emha Ainun Nadjib atau akrab disapa Cak Nun mengatakan rendra penyair yang memiliki pemikiran yang melampaui jamannya. Ia beralasan, pemikiran yang dikemukakan Rendra dalam upacara penganugerahan honoris causanya merupakan pemikiran yang pernah dikemukakan sejak tahun 1970-an. Menurutnya, pertengahan tahun 70-an sebenarnya rendra sudah layak menyandang gelar doktor ini.
“Rendra adalah seorang penyair, dari tahun 67 dan 68 dirnya telah membuat puisi yang mengadung kesenian, kemudian melebar ke kebudayaan, merangkum politik. Aspirasi rendra yang dikemukakan tadi, sebenarnya aspirasi yang sudah dikemukakan di tahun 70-an, artinya dia sudah layak jadi doktor. Jadi tahun 67-68 dia seperti masih sarjana S1, tahun 72-73 banyak rangkuman karya social dan politik, berarti sudah doctor,” tegasnya.
Bagi tokoh teater Butet kartaredjasa, pemikiran-pemikiran Rendra sudah selaykanya dan pantas disamakan dengan pemikiran doktor lainnya yang didapati melalui pendidikan formal. Selain itu, Butet menganggap gelar Doktor HC ini dari UGM semakin meneguhkan Rendra sebagai mainstream teater modern di Indonesia.
“Sudah semestinya mas willy menerima penghargaan ini. Karena pemikiran-pemikiran beliau tidak kalah dengan doktor-doktor formal, dan untuk saya sebagai anak muda, mas willy itu salah satu mainstream teater modern Indonesia,” katanya.
Semenjak pulang dari Amerika, kata Butet, Rendra telah merintis menjadi pekerja teater, sampai menjadi mainstream teater Indonesia. Apa yang dilakukan Rendra dalam dunia teater juga telah menginspirasi generasi lainnya untuk semakin mencintai teater dan mempercayai kekayaan dan kekuatan seni tradisi sebagai pijakan berkreasi.
“Teater dinasti, teater alam, teater gandrik dan teater generasi selanjutnya sampai ke cicit-cicitnya ini adalah tidak mungkin terjadi suatu kreasi bersifat tradisi jika mas willy tidak melakukan terobosan dan meyakini sebagai kekuatan, inilah mengapa saya katakan mas willy sebagai sumber inspirasi generasi berikutnya, dan kualitasnya ini bahkan sudah di atas doktor, “ katanya lagi.
Rektor UGM, Prof Ir Sudjarwadi dalam pidato sambutannya mengatakan pemberian gelar doktor honoris causa dalam bidang kebudayaan kepada W.S Rendra sebagai suatu perwujudan penghargaan atas kiprah dan prestasi luar biasa yang telah dilakukan Rendra sejak setengah abad silam.
“Promovendus tanpa mengenal lelah, senantiasa mengartikulasikan aspirasi budaya masyarakat melalui ungkapan-ungkapan sastra, teater, puisi, esei dan bentuk ungkapan seni lainnya, sehingga membangkitkan kesadaran masyarakat,“ katanya.
Salah satu promotor WS Rendra, Prof Dr Siti Chamamah Soeratno dalam pidato promotornya sempat menyebutkan Rendra selaku tokoh Indonesia yang terkemuka karena telah mendapat pengakuan dan penghargaan nasional dan internasional.
“Ketokohan dan popularitas Promovendus sudah tidak diragukan lagi oleh siapa pun baik di dalam maupun di luar negeri, sedangkan karyanya telah mendapat sambutan besar masyarakat sastra dan seni dan masayarakat budaya pada umumnya,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)