Tidak mudah menjadi seorang kesatria. Apalagi membawa misi menyelamatkan seorang bayi yang terperangkap dalam api yang sedang berkobar di sebuah rumah berlantai dua. Tugas ini pun semakin berat ketika harus dilakukan oleh kesatria dengan seorang diri.
Para kesatria ini secara bergantian datang, berusaha menjadi pahlawan bagi sang bayi. Namun tidak sedikit dari mereka yang tumbang dan kandas dalam tugasnya. Alih-alih menyelamatkan si bayi atau berhasil memadamkan api. Mendekati kamar bayi pun, ternyata tidak semudah dibayangkan.
Di saat orang-orang menantikan munculnya si kesatria yang sesungguhnya. Tiba-tiba, muncullah si “Anbu”, ia berhasil mendekati titik api. Harapan pun semakin meninggi, setelah ia berhasil melewati lintasan berkelok dan berada di lokasi yang diinginkan untuk memadamkan api dengan senjatanya.
Sayang, senjata pamungkasnya ternyata tidak mampu memadamkan api itu. Padahal, ia sudah berulangkali mencoba memutar kipasnya dan mengarahkan kipasnya ke api yang menyala. Mungkin, merasa mutung dan kesal, ‘Anbu’ pun akhirnya balik kanan, lalu meninggalkan apai yang menyala itu.
Si “Anbu” yang dimaksud, bukanlah kesatria yang sesungguhnya. Tapi kesatria yang dimaksud merupakan salah satu kontestan robot yang ikut serta dalam kontes robot cerdas yang diselenggarakan di Gedung Graha Sabha Pramana UGM, Sabtu siang (17/5). Sementara, bayi yang dimaksud, sebuah boneka kecil yang sengaja ditempatkan di sebuah sudut lintasan arena dengan disampingnya ada api yang berkobar, yakni sebuah lilin yang sedang menyala
Menurut, si pencipta robot “Anbu”, Muhammad Said, kegagalan robotnya memadamkan api bukan terletak pada kemampuan kipasnya untuk memadamkan api. Sebaliknya, jarak antara robot dengan lilin yang terlalu jauh.
“Barangkali kita sedikit keliru dalam pembuatan program jarak jangkauan robot dalam memadamkan api, dan bisa jadi jarak deteksi panas oleh sensor yang membuat kipas akan bergerak juga salah,” ujar mahasiswa STMIK Bangunbaru, Kalimantan Selatan.
Meski gagal untuk kesempatan pertama ini, kata Said, timnya masih memiliki dua kesempatan lagi yang diberikan panitia pada hari kedua.
“Kita akan mengevalusai dan mengatasi kesalahan dalam kesempatan pertama ini, mungkin pada hari kedua kami akan bisa lebih maksimal lagi,” tandasnya.
Lain halnya, dengan “R2C”. Robot buatan mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana Sala Tiga. Dari 21 robot yang sebelumnya sudah tampil dan telah ditetapkan juri gagal menjalankan misinya. R2C merupakan satu-satunya robot yang berhasil memadamkan api.
Perjuangan R2C dalam memdamkan api banyak mendapat dukungan dari penonton yang menyaksikan aksinya. Saat R2C berhasil mencapai titik targetnya, dan akan menghidupkan kipasnya. Sebelumnya, ia sudah dielu-elukan oleh penonton, tidak ubahnya seperti menyemangati seseorang untuk meniuo lilin dalam perayaan ulang tahun.
“Tiuuup lilinya…tiup lilinya sekarang juga…sekarang juga….,” teriak Dibyo, selaku presenter lomba untuk memberikan semangat pada tim robot R2C saat berhasil mendekati lilin.
Teriakan semangat Dibyo, ternyata disambut spontanitas oleh penonton yang juga tak ingin kalah memberikan semangat kepada robot yang hampir berhasil menjalankan misinya.
Suasana pun semakin bergemuruh dengan riuhan applaus penonton saat lilin tersebut berhasil dipadamkan oleh R2C. Sayang ! keberhasilan R2C memadamkan api tidak diikuti dengan keberuntungannya untuk kembali ke lokasi start. Robot yang sudah mendapat applaus dan semangat dari dari penonton ini, ternyata mandeg ketika menaiki tanjakan saat akan kembali ke lokasi start. Padahal, robot yang mampu kembali ke posisi semula setelah berhasil memadamkan api, barulah dianggap sukses menyelesaikan misi sepenuhnya. Lagi-lagi, R2C masih termasuk dalam kelompok robot yang gagal di hari pertama ini. (Humas UGM/Gusti Grehenson)