Empat mahasiswa Fakultas Peternakan UGM mengembangkan sebuah formula yang bermanfaat untuk mencegah timbulnya peradangan kelenjar mamame (ambing) atau yang dikenal sebagai mastitis pada sapi perah. Mereka memanfaatkan limbah kulit kakao sebagai bahan antiseptik untuk mencegah mastitis.
Adalah Etis Etika cahyani, Amelia Rahmawati S, Elyda Febriana, serta Denies Chrispatra Ningtyas yang mengembangkan spray antiseptik dari limbah kulit kakao (Sakao).
Denies mengatakan dalam kulit kakao tersebut mengandung senyawa aktif flavonoid atau tanin terpolimerisasi. Senyawa-senyawa bioaktif tersebut diketahui memiliki sifat antibakteri dan antiradang.
“Kandungan senyawa tersebut memberikan peluang untuk dijadikan produk yang berguna dalam pencegahan mastitis pada ternak perah khususnya sapi perah,” urainya, Rabu (8/6) di Fakultas Peternakan UGM.
Mastitis pada sapi perah akan mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi peternak. Pasalnya, penyakit ini akan menyebabkan penurunan produksi, kualitas, dan penyingkiran susu.
“Sapi yang sudah kena mastitis, apalagi klinis susah untuk disembuhkan. Biasanya susu sudah tidak bisa keluar lagi dan ambing menjadi mati sehingga sangat merugikan peternak,” paparnya.
Tidak hanya itu, biaya perawatan dan pengobatan yang muncul akibat mastitis ini juga cukup tinggi. Selain itu, pengafkiran ternak akan berlangsung lebih awal.
Oleh karena itu, mereka berusaha melakukan penelitian untuk membuktikan kandungan senyawa dari kulit kakao apakah efektif untuk mencegah timbulnya mastitis pada sapi perah. Sebelumnya, mereka mengolah limbah kulit kakao hingga berwujud spray dengan metode maserasi. Selanjutnya, dilakukan uji aktivitas pertumbuhan bakteri dengan mengaplikasikan spray kakao di dalamnya.
“Hasilnya menunjukkan spray dari limbah kulit kakao ini dapat secara efektif mencegah timbulnya mastitis pada sapi perah,” tambah Etis.
Mereka berharap dengan adanya peneiltian ini nantinya dapat memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat, khususnya peternak terkait alternatif pencegahan mastitis pada sapi perah. Namun demikian, penelitian ini masih perlu dikembangkan lebih lanjut. Kedepan masih dibutuhkan sejumlah penelitian lanjutan untuk mengetahui efektivitasnya secara langsung pada sapi perah. (Humas UGM/Ika)