Yogya, KU
Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM memberi nama Gedung Magister Studi Kebijakan (MSK) menjadi Gedung ‘Masri Singarimbun’ sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada almarhum Prof Dr Masri Singarimbun yang telah berjasa mendirikan dan membesarkan PSKK semasa hidupnya. Pemberian nama gedung ini dilakukan bersamaan dengan peringatan ulang tahun PSKK yang ke-35.
“Atas dedikasi dan kontribusi yang almarhum beliau berikan maka kita menamakan gedung ini menjadi Gedung Masri Sangarimbun. Selanjutnya akan dibangun patung beliau di ruang pelataran gedung ini, agar kita selalu mengnal dan mengingati jasa-jasa beliau, agar setiap orang yang masuk ke gedung ini mengenal wajahnya dan mengenang jasanya,” kata Prof Muhadjir Darwin, selaku Kepala PSKK dalam sambutan peringatan ulang tahun PSKK, Rabu (18/6) di Ruang Auditorium. Ikut hadir, para peneliti dan staf PSKK, segenaop keluarga besar Prof Dr Masri Singarimbun yang didatangkan langsung dari karo, Sumatera Utara.
Menurut Muhadjir, patung replika Masri Singarimbun yang akan dibuat ini bukan untuk mengkultuskan sosok almarhum, melainkan menempatkan Masri sebagai manusia bisa yang memiliki kelebihan-kelebihan yang bisa dijadikan contoh.
“Dengan adanya patung ini, kita mampu menggali nilai-nilai positif yang ditinggalkannya. Beliau layak mendapatkan penghormatan ini,” imbuhnya.
Gedung Masri Singarimbun ini, kata Muhadjir, dibangun secara mandiri oleh PSKK, tanpa ada sama sekali subsidi dari pemerintah, pihak universitas, lembaga donor maupun pinjaman dari Bank. Namun dari hasil efisiensi pengelolaan sisa dana dari pengerjaan berbagai proyek penelitian.
“Nilai efisiensi, produktivitas, kreativitas, dan akuntabilitas telah dicontohkan oleh almarhum selama mengelola PSKK,” jelas Muhadjir.
Sementara Prof Dr Sjafri Sairin, antropolog UGM, mengaku banyak mendapat pertolongan dari Masri. Sjafri mengaku bertemu pertama kali ketika ingin konsultasi kuliahnya yang sudah selama sembilan tahun belum lulus karena idak ada dosen pembimbing. Selain itu, kata pengelola usat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri ini, sosok Masri orang tugas, dan sangat disiplin.
“Sikap yang paling saya kagumi dari beliau yakni berani mempertahankan kenyataan dan kebenaran, dimana semua orang tidak berani melakukan itu di era Orde baru. Pengalaman saya di tahun 1981, saya diminta oleh beliau melakukan penelitian di ke daerah Sriharjo, Sleman, suatu hari ada persoalan serius, karena dua peneliti asing dari autralia menganggu proses penelitian, saat saya laporkan kejadian ini, dirinya langsung memanggil dua peneliti tersebut, lalu mengusirnya pulang ke negaranya, alasan beliau. ” katanya.
Prof Dr Masri Singarimbun, akrab dipanggil Pak Masri dan punya nama kecil Matahari, seorang pakar antropologi sosial dan ahli studi kependudukan. Dia pendiri sekaligus direktur pertama Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM (1973-1983). Pria ‘Si Matahari Peneliti Kependudukan’ kelahiran Karo, Sumatera Utara, 18 Juni 1931, gemar meneliti sejak lulus dari SMA, 1954. Dia meninggal 25 September 1997.
Karya tulisnya tidak terhitung, apalagi makalahnya. Penduduk dan Kemiskinan: Kasus Srihardjo di Pedesaan Jawa, adalah salah satu bukunya yang terkenal, diterbitkan Bhratara Karya Aksara, Jakarta, 1976. Buku ini terjemahan dari bahasa Inggris yang diterbitkan oleh Universitas Cornell, Ithaca, 1973. Disertasinya diterbitkan oleh University of California Press, Berkeley, AS, 1975. (Humas UGM/Gusti Grehenson)