Yogya, KU
Gugatan pra peradilan yang dilakukan PT Inti Indosawit Subur terhadap Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia atas tindakan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh penyidik Direktorat Jenderal Pajak sama sekali tidak mendasar dan terkesan mengada-ada karena materi gugatan pra peradilan tidak sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Demikian pandangan yang disampaikan oleh pakar hukum pidana UGM Eddy O.S Hiarej SH dalam Diskusi Terbatas “Eksaminasi Putusan Pra peradilan atas Gugatan Pra Peradilan PT Inti Indosawit Subur terhadap Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan RI”, Selasa (22/7) di Ruang Room Debating Fakultas Hukum UGM.
Menurut Edy Hiarej, Materi gugatan pra peradilan berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hanya hanya terkait lima kemungkinan, apakah sah dan tidaknya penangkapan, sah dan tidaknya penahanan, penghentikan penyidikan, penghentian penuntutan ataukah ganti rugi kerugian dan atau rehabilitasi jika perkara pidana dihentikan penyidikan atau penuntutan.
Maka dai itu, ungkap Edy, gugatan pra peradilan PT Inti Indosawit Subur terhadap direktorat jenderal Pajak Departemen keuangan RI atas tindakan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh penyidik Direktorat Jenderal Pajak yang telah dimenangkan pemohon melalui pengadilan negeri Jakarta Selatan imbuh Edy Hiarej adalah gugatan yang dianggapnya sesat, karena tindakan penggeledahan dan penyitaan bukanlah merupakan materi gugatan pra peradilan
“Merujuk pada asas lex scripta dan lex stricta dalam hukum acara pidana, gugatan pra peradilan PT Inti Indosawit Subur sama sekali tidak mendasar dan terkesan mengada-ada,” tandasnya.
Adapun putusan dari pengadilan Negeri Jakarta selatan yang memenangkan gugatan pra peradilan PT Inti Indosawit Subur, menurut Edy Hiarej telah menunjukkan kekhilafan yang nyata dari hakim dalam penerapan hukum.
Sedangkan upaya hukum yang bisa dilakukan terhadap putusan pra peradilan tersebut dengan cara mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) kendatipun keputusan pra peradilan berdasarkan KUHAP tidak dapat dimohonkan kasasi.
“Tetapi karena putusan pra peradilan tersebut memperlihatkan kekhilafan hakim yang nyata dalam menerapkan hukum, maka satu-satunya cara yang ditempuh adalah kasasi kepada Mahkamah Agung sebagai buiten gewone recht middelen,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Dr Marcus Priyo Gunarto, Dosen Fakultas Hukum UGM ini lebih menyoroti ketidaklogisan permohonan pemohon (PT Inti Indosawit Subur) yang menjadi pertimbangan hakim dalam mengeluarkan putusan pra peradilan dianggapnya sangat keliru.
“Ketidaklogisan permohonan pemohon sudah terjadi sejak permohonan pra peradilan diajukan, yaitu membedakan antara pembuatan penggeledahan dan penyitaan dengan status dokumen dan surat-surat yang ada hubungannya dengan perkara yang disidik,” tegasnya.
Dalam surat keputusan pra peradilan yang dikeluarkan PN jakarta selatan disebutkan, penetapan tindakan penggeledahan dan penyitaan tidak sah, serta tidak mempunyai kekuatan hukum, menurut Marcus sangat bertolak belakang dengan fakta hukum dimana sebelumnya pemohon ikut serta menyortir surat dan dokumen sejak 16 Mei hingga 25 Juli 2008.
“Perbuatan menyortir di tempat termohon dapat dianggap menyetujui tindakan penggeledahan dan penyitaan. Jika tidak menyetujui, untuk apa dari pihak pemohon ikut membantu menyortirnya,” imbuhnya.
Ikut juga menjadi pembicara diantaranya Ketua IKADIN Sleman Oncan Purba SH, Praktisi dan Dosen Hukum Acara Pidana Fakultas Hukum UGM, Sigid Riyanto SH Msi. (Humas UGM/Gusti Grehenson)