Yogya, KU
Masyarakat bisa mengalami kesulitan dalam mengakses pangan dan pasar yang lebih mengkhawatirkan bila pemerintah gagal mengendalikan pertambahan jumlah penduduk dan juga gagal meningkatkan kemajuan ekonomi serta ketahahan pangan. Karena saat ini kebutuhan akan ketergantungan per kapita terhadap komoditi beras dan impor kedelai yang paling tinggi di dunia.
Demikian diungkapkan oleh pakar studi kependudukan dan kebijakan UGM Prof Dr Muhadjir Darwin yang disampaikan dalam seminar memperingati Hari Kependudukan Internasional, Kamis (24/7) di Gedung Masri Singarimbun yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM.
Menurut Muhadjir, potensi besar terjadinya kesulitan terhadap akses pangan ini disebabkan kebutuhan pangan beras per pekapita per tahun sebesar 133 kg yang merupakan kebutuhan beras yang tertinggi di dunia. Sementara impor kedelai sebesar 1,1 juta ton juga merupakan jumlah impor kedelai terbesar di dunia.
“Kebutuhan beras kita berkisar 28 juta ton per tahun dengan impor 2 juta ton per tahun, dan kebutuhan kedelai sekitar 2,7 juta ton,” katanya.
Sementara implikasi pertambahan penduduk Indonesia yang tinggi terhadap krisis pangan memberikan dampak yang cukup memprihatinkan karena telah menyebabkan 200 juta penduduk dunia kekurangan pangan, 32 juta angkatan kerja yang menjadi pengangguran, dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi sebuah negara hanya bisa tumbuh 2 sampai 3 persen per tahun.
“Padahal setiap satu persen pertumbuhan ekonomi menyediakan lapangan kerja baru sekitar 400 ribu tenaga kerja, sementara pertambahan tenaga kerja baru di Indonesia sendiri sekitar 2,5 juta orang setiap tahunnya,”jelasnya.
Kepala BPS DIY Drs Suharno Msc, dalam kesempatan yang sama mengakui jika komoditi makanan memberikan pengaruh besar terhadap garis kemiskinan di wilayah pedesaan dan perkotaan, terutama komoditi beras, gula pasir, minyak goreng, telur dan mie instant.
“Komoditi beras terhadap pengaruh besar pada kenaikan garis kemiskinana di daerah pedesaan sebesar 21, 83 persen sementara di perkotaan sekitar 16,65 persen,” jelasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)