Sindrom nefrotik (SN) primer merupakan jenis penyakit ginjal terbanyak pada anak. Selain faktor glomerus, faktor lain yang berperan terhadap SN primer adalah faktor imunologis dan faktor genetik. Penyakit ini belum diketahui penyebabnya, maka perlu dilakukan pemeriksanaan dan pengobatan secara dini pada anak sehingga bisa bertumbuh optimal pada masa dewasa.
Demikian sari pidato yang disampaikan Prof dr MP Damanik SpAK, saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM, Senin (21/1) di ruang Balai Senat.
Staf pengajar Bagian IKA FK UGM ini, mengucap orasi “Peran Imunogenetik dan Biologi Molekuler Dalam Penanganan Dini Penyakit Ginjal Anakâ€.
Kata Prof Damanik, saat ini penyakit SN merupakan penyakit ginjal yang paling banyak terjadi pada anak. Insiden pada anak di bawah 16 tahun adalah 1-2 per 100.000 anak, tertinggi pada anak di Asia, Afrika dan Amerika.
Di Indonesia, angka kejadian mencapai 6 kasus per tahun pada anak usia di bawah 14 tahun. Penelitian terhadap 251 anak berumur 3-15 tahun dengan SN, didapat hasil 85% SN primer dan 15% SN sekunder.
Pria kelahiran Pematang Siantar 22 Juli 1944 ini menemukan 32,26% SN primer dari 6 jenis penyakit ginjal pada anak di Bagian IKA FK UGM/ RSUP Sardjito di Jogjakarta. “Penelitian selama 10 tahun, 1986-1995 di dua tempat tersebut didapat 129 kasus (22,42%) SN primer sebagai penderita baru dari 580 anak dengan penyakit ginjal, dan 11.565 anak yang dirawat selama periode tersebut. Distribusi jenis kelamin SN primer terdiri atas laki-laki 74,4% dan perempuan 25,6% dengan rasio 2,9:1,†ujar Kepala Sub Bagian Nefrologi Anak IKA FK UGM/ SMF Anak Jogjakarta ini.
Walaupun terjadinya SN primer yang bersifat menahun ini belum diketahui penyebabnya, beberapa laporan penelitian memperlihatkan adanya hubungan dengan faktor glomelurus, faktor imunologis dan faktor genetik, khususnya Human Leukocyte Antigens (HLA). Suami Belsida Purba SSos ini, menjelaskan filtrasi glomerulus dibentuk oleh ultra filtrasi dari plasma melewati dinding kapiler glomerulus yang terdiri tiga lapisan, yaitu endothelium berjendela, membrane basalis yang terdiri dari gel berhidrasi yang kaya proteoglikan, dan epithelium yang terdiri dari sel khusus yang disebut podosit.
“Podosit mempunyai badan sel yang mengandung beberapa lengan mirip tentakel, masing-masing memberikan beberapa kaki lateral (pedikel) yang berselang-seling dengan podosit untuk masuk ke permukaan luar dari membrana basalis. Sel podosit dipisahkan dengan celah difragma, merupakan bagian penting dari ultrafiltrasi yang berperan sebagai pembatas untuk filtrasi albumin,†jelas ayah empat anak, kakek tiga cucu ini.
Lebih lanjut, Kepala Puskesmas di Kecamatan Parung, Sawangan, Gunung dan Rumpin, Kabupaten Bogor 1972-1975 ini menyimpulkan dengan ditemukannya hubungan HLA dengan SN primer, pemeriksaan faktor imunogenetik HLA sangat penting dalam klinik, tidak saja dalam transplatasi jaringan atau organ tubuh, tapi juga penting sebagai pencegahan, diagnosis, prognosis dan patogenesis suatu penyakit, dalam hal ini SN primer. Dalam pencegahan penyakit, pemeriksaan HLA dapat membantu dalam konseling genetik.
“Meskipun bukan tes diagnosis, pemeriksaan HLA dapat menggambarkan diagnosis klinis maupun patologis pada SN primer sehingga dapat diberikan pengobatan secara dini,†tandas Kepala P3M Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Jawa Barat 1975-1979 ini. (Humas UGM)