Saat ini, lahan seluas 211.210 hektar di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sengata, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur tengah mengalami degradasi (kerusakan). Hal itu diperkirakan karena penggunaan/pemanfaatan lahan dengan mengabaikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. Akibatnya, terjadi perluasan lahan kritis yang terjadi secara periodik di musim hujan.
“Penggunaan lahan di DAS Sengata sebagian besar didominasi oleh areal hutan sekunder dengan luasan sekitar 55,4% dan semak belukar dengan luasan sekitar 41,2% dari total luasan DAS Segata,†ujar Ir Rudy Triascahyo Koesnandar MF, Senin (21/1) di Sekolah Pascasarjana UGM.
Wakil Kepala Dinas Kehutanan Kutai Timur menyampaikan hal itu saat melaksanakan ujian terbuka program doktor Bidang Ilmu Pertanian UGM. Promovendus mempertahankan desertasi “Evaluasi Konservasi Tanah Dan Air Dalam Rangka Penataan Penggunaan Lahan Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Sengata, Kalimantan Timurâ€, dengan bertindak selaku promotor Prof Dr Totok Gunawan MS dan ko-promotor Dr Ir Dja’far Siddieq MSc serta Dr Ir Sigit Hardwinarto MAgr.
Kata Rudy, kenyataan secara umum kerusakan areal-areal tersebut terjadi akibat pembukaan hutan dan lahan pertambangan batubara dan adanya galian C. “Walaupun arealnya tidak luas, tetapi cukup berpengaruh terhadap pengupasan lahan,†katanya.
Dengan kondisi lahan yang mayoritas berupa hutan dan semak belukar dengan topografi curam serta di sepanjang aliran sungai dan anak sungai Sengata berupa habitat buaya, maka dalam upaya penilaian limpasan permukaan secara acak ditetapkan 12 Sub DAS di DAS Sengata secara menyebar dari hulu ke hilir dengan mengutamakan kemudahan dan keamanan menuju dan lokasi sampel. “Dari data nilai limpasan permukaan yang dapat direkam, sebagian besar masuk katagori besar sampai dengan sangat besar, dengan debit limpasan air sungai sangat berfluktuasi dengan Indeks Rejim Air (IRA) masuk dalam katagori sangat jelek,†tambah Rudi Triascahyo.
Dijelaskannya, degradasi lahan yang ditunjukkan dari 12 Sub DAS yang sama, diperoleh nilai erosi tanah yang masuk dalam katagori berat sampai sangat berat, dan tingkat kekritisan lahan masuk dalam katagori kritis sampai dengan sangat kritis. Analisis kesesuaian lahan pada DAS Sengata yang diterapkan untuk pengembangan komoditas pertanian, perkebunan dan kehutanan yang dikombinasi dengan kawasan permukiman, secara umum ditemukan faktor pembatas pada tingkat tidak sesuai saat ini dengan faktor penghambat utama berupa kemiringan lereng sangat curam dan kerusakan erosi yang sangat berat.
“Sedangkan dari hasil pemetaan kesesuaian lahan yang sangat sesuai pada DAS Sengata antara lain untuk pertanian yaitu lahan sawah (padi), tanaman padigogo dan kentang, untuk perkebunan yaitu tanaman mangga, jeruk, kakao, pisang, kopi, karet dan tanaman kelapa sawit, serta untuk kehutanan yaitu tanaman meranti dan tanaman jati,†jelas pria kelahiran Jogjakarta, 6 November 1960 ini.
Secara umum, kata dia, pengelolaan DAS Sengata belum menerapkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, hal ini ditunjukkan dengan terjadinya kerusakan (degradasi). Dengan gambaran laju erosi tanah dalam katagori berat.
“Bahkan sangat berat mencapai lahan seluas 24.289,15 ha (11,5%), sedang tingkat kekritisan lahan masuk dalam katagori kritis sampai sangat kritis seluas 44.354,1 ha (21%),†tandas ayah satu putra ini, yang dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan dan meraih gelar doktor ilmu tanah UGM. (Humas UGM).