Pakar Pertanahan dan Pemetaan, Jurusan Teknik Geodesi UGM Ir Sumaryo MSi menegaskan, sejak berlakunya otonomi daerah dari tahun 1999 berdampak dengan semakin banyak daerah yang melakukan pemekaran. Sampai saat ini sudah terbentuk 33 provinsi dan 440 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Namun, dari 33 provinsi yang ada ini, baru sembilan provinsi yang telah menyelesaikan penegasan batas daerah, yakni Kalimantan Selatan-Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat-Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur-Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan-Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara-Sulawesi Tengah dan Jawa Tengah-DI Yogyakarta.
“Belum adanya kejelasan batas daerah di lapangan memiliki potensi timbulnya konflik antar daerah, khususnya dalam hal perebutan pengelolaan sumber daya alam, pembukaan agro industri dan kependudukan,”ujar Sumaryo, Selasa (25/11) di sela kegiatan Pelatihan Penegasan Batas Daerah, yang diselenggarakan oleh jurusan Teknik Geodesi UGM di Ruang Seminar Wisma MM UGM.
Keterlamabatan penegasan batas daerah ini diakui Sumaryo disebabkan oleh terbatasnya tenaga teknis yang dapat melakukan kegiatan penegasan batas daerah. Menurutnya, persoalan batas daerah ini tidak hanya bisa mengandalkan Depdagri semata, tapi harus mendapat dukungan dari berbagai komponen seperti Pemda, masyarakat, perguruan tinggi dan lembaga penmerintah daerah terkait, serta DPR dan DPRD.
Jurusan Teknik Geodesi UGM, ujar Sumaryo, mencoba menyelesaikan permasalahan keterlambatan penegasan batas daerah ini dengan mengadakan pelatihan penegasan batas daerah dengan mengundang 40 peserta yang berasal dari berbagai perwakilan daerah pemekaran baru, berasal dari Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan NTB.
Selaku koordinator pelatihan, Sumaryo menjelaskan, pelatihan ini dimaksudkan untuk memberi pemahaman prosedur dan metode penegasan batas daerah sesuai Permendagri No 1 tahun 2006 tentang penegasan batas daerah. Selain itu, berupaya meningkatkan kualitas SDM pemerintah daerah khususnya bagi tim penegasan batas daerah dan kabupaten/kota. Disamping itu, mendukung terciptanya koordinasi antar daerah dan instansi dalam kegiatan penegasan batas daerah.
“Melalui kegiatan ini, kita berusaha mempercepat terselenggaranya kegiatan penegasan batas daerah baik daerah provinsi maupun kabupaten dan berusaha memperkcil potensi konflik yang diakibatkan oleh masalah ketidakpastian batas daerah,” ujarnya.
Dalam pelatihan ini, tambah Sumaryo, pakar jurusan teknik geodesi memberikan bimbingan teknis cara penentuan batas daerah di lapangan melalui ilmu geodesi sehingga bisa mencari titik batas di lapangan yang kemudian diubah kedalam peta kordinat.
“Pelatihan ini lebih ke arah menerjemahkan keputusan politik pemerintah ke dalam bahasa teknis, melalui ilmu geodesi,” terangnya.
Sementara Dirjen Pemerintahan Umum Depdagri Dr Kausar Msi, mengakui sebagian besar batas daerah masih bersifat imaginer yaitu batas daerah hanya didasarkan atas saling pengertian serta pengakuan terhadap tanda batas yang ada dan bersifat alami seperti jalan sungai, punggung bukit dan sebagainya, tanpa koordinat titik batas.
“Kita belum melaksanakan penegasan batas pasti di lapangan,” ujarnya.
Menurut Kausar, penyelesaian sengketa batas daerah bukan lagi sesuatu yang sederhana karena mempunyai kecenderungan sangat sulit untuk diselesaikan. Oleh sebab itu, diperlukan sikap kenegarawan dalam menyelesaikan sengketa batas daerah untuk mencapai kesepakatan. (Humas UGM/Gusti Grehenson)