Pemerintah disarankan untuk menambah alokasi dana riset bagi para peneliti perguruan tinggi dalam rangka menggairahkan kembali iklim penelitian namun juga untuk untuk merangsang para peneliti melakukan penelitian yang memiliki layak paten.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Dr Umar Anggara Jenie, M.Sc, Apt, menyikapi kebergantungan bangsa indonesia terhadap hasil penelitian bioteknologi dari negara maju.
Menurut Jenie, selama ini anggaran riset yang disediakan pemerintah untuk kalangan peneliti di perguruan tinggi dirasakan masih sangat kurang berkisar 50 juta per tahun. Dana ini menurutnya tidak cukup untuk menghasilkan penelitian yang layak paten dan advance dalam rangka mengejar ketertinggalan indonesia dari negara lain.
“Idealnya para peneliti kita mendapatkan dana penelitian 300 juta per tahun,” kata Jenie dalam seminar nasional ‘Perkembangan Bioteknologi Indonesia’, Jumat(30/1) di Gedung PAU, Kampus UGM, Bulaksumur.
Selain itu, tambah Jenie, pemerintah juga dinilai kurang memberikan prioritas dalam pengembngan bioteknologi yang menyebabkan hasil penelitian bioteknologi di Indonsia masih sangat sedikit. Padahal bioteknologi adalah teknologi masa depan yang kini dilirik berbgai negara.
Selain Jepang, Jenie menyebutkan, sudah ada tujuh negara baru yang sudah mengembangkan bioteknologi diantaranya Cuba, Mesir, China, India, Brazil, Afrika Selatan, Korea Selatan. Sementara negara Amerika sendiri di bawah pemerintahan Barack Obama baru mulai fokus dan sudah mengalokasikan dana sekitar 28, 9 persen dari seluruh dana riset yang diperuntukan bidang bioteknologi.
“Ini kebijakan yang sangat revolusioner yang dilakukan oleh Obama, karena dana riset bioteknologi di negar-negara Eropa hanya berkisar 13 persen. Selain itu, Obama juga sangat memberikan perhatian terhadapa teknologi stem cell, padahal kebijkan ini sempat dihapus saat pemerintahan Bush,” jelasnya.
Guru Besar Fakulta Farmasi UGM ini juga menjelaskan bahwa LIPI juga telah berhasil menciptakan padi transgenik hasil dari bioteknologi. Padi yang dikenal dengan nama “bt-protoxin-gene” ini memiliki keungggulan tahan terhadap musim kering, banjir dan tahan hama. Meski demikian padi transgenik ini belum bisa dipasarkan ke masyarakat.
“Sementara ini benih padi ini belum bisa dipakai oleh petani, karena memerlukan uji lapangan setidaknya selama 4 tahun,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)