Lima Mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) yang tersesat di gunung Merapi berhasil dievakuasi Tim SAR, akhirnya dipulangkan ke kampus UGM, Yogyakarta. Lima mahasiswa UGM itu diantaranya Prima Yudha Setiadi (18), asal Pekan Baru dari jurusan teknik geodesi, Fahrul Razy (18) asal Aceh juga dari jurusan geodesi, Rizki Al Ikhlas (18) dari jurusan geodesi, Shangga Rima (18) dari teknik geologi, Ikhram Reza (18) dari Fakultas geografi. Sementara satu orang lagi, Zuhri Habibullah (19) dari teknik elektro belum bisa dipulangkan dan masih berada di rumah sakit umum Muntilan untuk mendapat perawatan lebih lanjut akibat mengalami patah tulang di lengan sebelah kiri.
Kepulangan lima mahasiswa yang diantar Tim SAR ini ke plaza KPTU Fakulta Teknik UGM pada pukul 15.30 WIB dan diterima langsung oleh Pembatu Pengurus Jurusan (PPJ) bidang kemahasiswaan Teknik Geodesi UGM Trias Aditya Kurniawan ST MSc, Selasa (3/2). Dari pengurus fakultas teknik, kelima orang mahasiswa UGM ini kemudian diantar pulang langsung ke rumahnya masing-masing.
Saat ditemui di rumahnya, gang pandega bakti, jalan kaliurang KM 5,6, Sleman Yogyakarta. Salah satu korban, Prima Yudha Setiadi (18) mengatakan, dalam perjalanan turun dari pendakian gunung merapi mereka tersesat akibat kabut tebal di lereng Gunung Merapi. Menurutnya, salah seorang temannya, Zuhri bahkan mengalami patah tulang akibat jatuh dan kakinya lecet di kawasan Gowok Sabrang, Magelang, yang ditemukan sekitar pukul 11.00, Selasa pagi.
Mahasiwa asal pekan baru riau ini menjelaskan, mereka mendaki melalui base camp Desa Plalangan, Selo, Minggu (1/2) malam. Dan berhasil mencapai puncak merapi sekitar pukul 10 senin pagi. Selama 30 menit berada di puncak, mereka kemudian memutuskan untuk segera turun karena kabut mulai datang. Dalam perjalanan turun, ujar Prima, sekitar lima jam rombongan mereka terjebak kabut tebal, tetapi mereka terus melanjutkan perjalanan karena kehabisan logistik.
“Karena kabut yang beitu tebal tersebut, kita mengalami kesulitan menuju jalan pulang menuju base camp, padahal logistik yang kita bawa sangat minim dan hanya berbekal satu botol air minum. Sehingga kita pun minum genangan air hujan, dan sesekali makan rerumputan,” ujar prima.
Selama sehari semalam, kurang lebih 23 jam, kata Prima, mereka tersesat dan tidak menemui jalan pulang bahkan sempat tiga kali mengitari areal yang sama. Dalam perjalan turun dan memenui bekas aliran lahar merapi, salah satu rekannya, Zuhri, yang sebelumnya didaulat sebagai penunjuk jalan memutuskan untuk berpisah dari rombongan untuk segera mencari jalan pulang.
“Karena salah satu dari kita ada yang sudah kelelahan, Zuhri memutuskan untuk pergi sendirian dan menyuruh kita untuk menunggu sampai ia pulang kembali,” jelas Prima.
Setelah ditunggu lama, Zuhri pun tidak kunjung tiba dan memenui rombongannya. Sehingga mereka berlima memutuskan untuk terus turun menyusuri bekas pasir aliran lahar merapi, sembari berharap menemukan zuhri dengan cara berteriak memanggil nama rekannya tersebut. Sampai pukul 9 selasa pagi, mereka pun tak kunjung menemukannya sampai mereka mereka berlima berhasil menemui salah seorang penduduk yang sedang mencari rumput dan kayu.
“Kita sempat putus asa, dan terasa hidup kembali saat bisa menemui penduduk. Bayangkan kita selama dua hari belum makan nasi,” ucap Fahrul sedih.
Dikatakan Fahrul, meski sudah bertemu dengan penduduk dan diantar ke rumah penduduk namun mereka juga tetap mengkhawatirkan keselamatan Zuhri. Namun setalah diberitahu oleh penduduk bila rekannya terjatuh di jurang di kedalaman 100 meter. Mahasiswa semester III UGM Yogyakarta tersebut, ditemukan dalam kondisi selamat.
“Ia pertama kali ditemukan warga yang sedang mencari rumput dan korban langsung dibawa ke kampung setempat,” jelasnya.
Seperti diketahui, Zuhri ditemukan oleh seorang warga Gowok Sabrang, kemudian mereka menghubungi tim SAR yang sedang mencari korban di lereng Merapi. Posisi korban sejauh sekitar 50 kilometer sebelah barat dari pintu pendakian Dusun Plalangan Selo. Tim SAR lalu menuju ke posisi korban dan membawanya turun dengan ditandu ke arah Babatan, Magelang. Korban kemudian langsung dibawa ke RS Muntilan, Magelang.
Meski, mengalami pengalaman yang begitu memilukan karena tersesat dalam pendakian merapi ini, bagi Prima dan Fahrul tidak merasa tidak kapok untuk melakukan pendakian kembali. Bagi mereka, untuk pendakian kembali nantinya mereka akan memilih pendakian melalaui organisasi resmi sejenis mapala misalnya.
“Ini pengalaman bagi kita, kalo mendaki kembali, kita memilih pemandau yang lebih baik dan menguasai medan,” jelas Prima. (Humas UGM/Gusti Grehenson)