Perubahan administrasi kantor pajak yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2002 merupakan salah satu agenda perubahan sistim pajak. Selain perubahan di bidang administrasi, agenda lain berupa kebijakan terhadap wajib pajak (revisi paket undang-undang perpajakan) dan pengawasan pajak.
Melalui perubahan administrasi, keberadaan Kantor pajak yang ada diharapkan menjadi Kantor Pajak Besar (Large Taxpayer Office), Kantor Pajak Madya (Medium Taxpayer Office) dan Kantor Pajak Pratama (Small Taxpayer Office). Selain itu, kantor pajak akan lebih mengedepankan fungsi pelayanan dengan menggunakan teknologi informasi.
“Sasaran perubahan administrasi ini adalah terjadinya perbaikan kinerja, baik untuk penerimaan pajak maupun pelayanan kepada wajib pajak,” papar Muhammad Fakhri Husein SE MSi, Jum’at (13/2), di Program MSi dan Doktor FEB UGM.
Dosen Jurusan Keuangan Islam, Fakultas Syariah UIN Sunankalijaga Jogjakarta mengatakan hal itu, saat dirinya melangsungkan ujian terbuka program doktor Bidang Ilmu Ekonomi UGM. Promovendus mempertahankan desertasi “Pengaruh Sistem Pengendalian Manajemen pada Hubungan antara Strategi Perubahan dan Kinerja Kantor Pajak” dengan bertindak selaku promotor Prof Ainun Na’im MBA PhD dan ko-promotor Prof Dr Gunadi MSc.
Menurut Fakhri keefektifan kinerja kantor pajak sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Hal itu didasarkan pada pemikiran akan tingginya kontribusi penerimaan pajak yang diperoleh dari kantor pajak di seluruh Indonesia terhadap penerimaan negara (diatas 60%).
Namun demikian, dirinya menandaskan bila kontribusi yang tinggi ini masih berfluktuasi. Data menunjukkan bahwa proporsi penerimaan pajak dibandingkan dengan total penerimaan negara setelah adanya perubahan adalah 70% (2002), 71% (2003), 69% (2004), 67% (2005), 65% (2006). Rata-rata proporsi penerimaan pajak setelah perubahan adalah 68%. Jika dibandingkan dengan kurun waktu yang sama (lima tahun sebelum 2002), maka rata-rata proporsi penerimaan pajak adalah 63%.
“Informasi ini menunjukkan bahwa penerimaan pajak setelah perubahan makin penting bagi penerimaan negara dibandingkan dengan masa sebelum perubahan administrasi kantor pajak,” ujar Fakhri.
Data juga menunjukkan bila realisasi penerimaan DJP sejak berlangsungnya perubahan administrasi kantor pajak (2002-2007) meningkat yang ditunjukkan dari kenaikkan berturut-turut Rp 210, 1 triliun, Rp 242,0 triliun, Rp 280,6 triliun, Rp 347,0 triliun dan Rp 492,0 triliun. Sementara, data pertumbuhan penerimaan menunjukkan kenaikan berturut-turut sebesar 13%, 15%,16%, 24%, 18% dan 20%. Rata-rata tingkat pertumbuhan penerimaan pajak setelah perubahan administrasi kantor pajak adalah 18%.
Dari penelitian ini, Fakhri berharap mampu memberi manfaat bagi otoritas pajak untuk mempertimbangkan faktor-faktor selain perubahan pada kantor pajak seperti sistim pengendalian manajemen. Karena bagaimanapun kinerja kantor pajak memang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi ekonomi makro (pertumbuhan ekonomi, inflasi, tingkat suku bunga, dan harga minyak bumi), jumlah wajib pajak, kepatuhan wajib pajak, dan organisasi pajak. Karena perubahan organisasi hanyalah salah satu dari sekian banyak faktor yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja. Disamping itu, Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan RI perlu untuk lebih memperhatikan mekanisme pengendalian dalam mengelola perubahan kantor pajak yang saat ini dilakukan. (Humas UGM)