Yogya, KU
Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, Drs. Mulyadi Sumarto, M.P.P., berpendapat bahwa program pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) tidak ubahnya dengan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang pernah diterapkan di era transisi ekonomi dan politik Indonesia pada 1998-1999. Meskipun demikian, pemerintah sejak 2004 lalu secara resmi tidak menjalankan lagi program JPS yang dikendalikan oleh IMF.
“Pasca 2004, JPS tidak dilaksanakan lagi oleh pemerintah. Namun, secara substansi program penanggulangan kemiskinan ini tetap sama,” kata Mulyadi dalam Seminar “Pemerintah dan Swasta Mencari Kepercayaan melalui Jaring Pengaman Sosial dan Corporate Social Responsibility” di gedung Magister Studi Kebijakan, Kamis (30/4).
Menurut dosen Jurusan Sosiatri Fisipol UGM ini, JPS yang dilaksanakan sebelumnya direkomendasi dan dibiayai oleh IMF serta World Bank. JPS menjadi salah satu program yang mesti dijalankan pemerintah selain melakukan upaya privatisasi, liberalisasi harga, dan restrukturisasi ekonomi.
Menurut Mulyadi, program JPS merupakan salah satu cara yang ditempuh IMF dan World Bank untuk menurunkan resistensi masyarakat terhadap resep standar structural adjustment program (SAP) yang digunakan IMF untuk menangani krisis moneter di sebuah negara.
“Program JPS itu ibarat memberi makan orang yang lapar, diberi makan biar kenyang agar tidak resisten,” katanya.
Sementara di bidang privatisasi, kata Mulyadi, terhitung sejak 1998 hingga 2007 setidak-tidaknya pemerintah telah melakukan 25 kali privatisasi. Jumlah ini empat kali lipat privatisasi di era mantan Presiden Soeharto yang hanya melakukan enam kali privatisasi sejak 1991 hingga 1997. (Humas UGM/Gusti Grehenson)