Yogya, KU
Pakar teknologi informasi dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Khabib Mustofa, S.Si., M.Kom, menilai lambannya data penghitungan suara yang masuk di pusat tabulasi nasional KPU disebabkan oleh penggunaan teknologi yang tidak tepat. Menurutnya, kesalahan ini lebih disebabkan pembacaan data scanning yang salah pada formulir C1-IT sehingga memakan waktu untuk proses validasi ulang.
“Secara teknis, perhitungan suara dengan menggunakan IT seharusnya lebih cepat. Namun, dengan pemilihan teknologi yang kurang tepat memang boleh jadi menjadi penghambat dan menjadi masalah,” kata Mustofa saat dihubungi wartawan di kantornya, Pusat Pelayanan Teknologi Informasi dan Komunikasi (PPTIK) UGM, Kamis (7/5). Dikatakan Mustofa, tabulasi data di KPU menggunakan rekapitulasi dari scanning hasil tulisan tangan petugas. Menurutnya, formulir yang digunakan tidak dipersiapkan secara matang sehingga menyebabkan pembacaan hasil scanner menjadi multiinterpretasi.
Staf pengajar FMIPA UGM ini menilai seharusnya formulir pengisian data didesain khusus dari awal yang cocok untuk pemilu. “Kalau di-scanning hasil tulisan tangan, maka hasil tulisan tangan ini multiinterpretasi, artinya ketika kita menulis angka satu dengan angka tujuh akan mirip, begitu juga dengan angka 3 dan delapan,” terangnya.
Mustofa membandingkan dengan sistem scanning yang tidak menggunakan hasil tulisan tangan di formulir tes ujian masuk UGM. Penerapan sistem pembulatan justru mempercepat pembacaan hasil oleh scanner.
Apabila KPU bersikeras masih ingin menerapkan sistem scanning ini, ia menyarankan untuk mengganti formulir dan sistem pengisian data di formulir bukan berdasarkan atas tulisan tangan. Di samping itu, juga memperbaiki software pemindai Intelligent Character Recognition (ICR) yang berfungsi memindai formulir C1-IT.
Mustofa berpendapat sistem IT di KPU semestinya segara dibenahi agar pengadaan IT yang telah didanai begitu mahal tidak lagi menghasilkan performa tidak optimal seperti sekarang ini.
Lewat SMS
Terkait dengan dekatnya waktu pelaksaanan pilpres dan kebutuhan masyarakat untuk memantau hasil perolehan suara lewat tabulasi nasional, Mustofa berharap agar KPU dapat memanfaatkan teknologi SMS dalam pengumpulan data secara cermat.
“Sebagai alternatif bisa lewat sms. Namun, sebelumnya nomor sms petugas yang mengirim itu sudah terdaftar di KPU sehingga tidak perlu menggunakan sistem scanning lagi. Meskipun yang lebih valid, data perhitungan suara nantinya lewat manual,” imbuhnya.
Untuk mengatasi timbulnya crowded dalam pengiriman sms di waktu yang bersamaan, Mustofa meyakinkan masih tetap dapat diatur. Namun, hal yang perlu ditekankan adalah pada otentifikasi, benar dan tidaknya pengirim sms tersebut ke KPU. (Humas UGM/Gusti Grehenson)