Yogya, KU
Direktur Utama Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog), Dr. Mustofa Abubakar, M.Si., mengatakan pengadaan stok beras nasional hingga pertengahan Juni 2009 mencapai 2,5 juta ton. Jumlah ini dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional sampai dengan akhir tahun, bahkan mengalami surplus.
“Pengadaan gabah tahun 2009 ini 3,8 juta ton. Setiap bulan kebutuhan beras secara nasional kurang lebih sekitar 300 ribu ton,” kata Mustofa dalam diskusi dengan anggota Majelis Guru Besar (MGB) UGM, di Kantor Pusat UGM, Rabu (24/6). Tampak hadir pada acara tersebut, para guru besar UGM, antara lain, Prof. Drs. Suryo Guritno, M.Stat., Ph.D., Prof. Dr. Ir. Widiastuti, M.Sc., Prof. Dr. dr. Sutaryo, Sp.A(K) , Prof. Dr. Ir. Endang Baliarti , Prof. Dr. Ir. Irham,M Sc., dan Prof. Dr. Ir. Mary Astuti .
Ditambahkan Mustofa, untuk dua tahun berturut-turut Indonesia tidak melakukan kebijakan impor beras karena telah berhasil melakukan swasembada beras. Untuk tahun 2008 saja, pemerintah dapat menghemat dana 500 juta dolar dengan tidak mengimpor beras. Di samping itu, pengadaan beras di dalam negeri telah memberikan efek bagi masyarakat, yakni mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan. “Diperkirakan sebanyak 1,9 triliun uang berputar di masyarakat dengan kegiatan jual beli beras ini,” katanya.
Di tahun 2009, pengadaan beras untuk rakyat miskin (raskin) yang diperuntukan bagi 18,5 juta penduduk sementara ini sudah terealisasi hingga 42 persen. “Setiap RTS memperoleh jatah 15 kilo per bulan. Untuk di Jogjakarta sudah tersalurkan dengan baik hingga 100 persen. Hanya di Jawa Tengah, setiap RTS tidak semua mendapat 15 kilo, hingga jumlahnya dibagi rata,” jelasnya.
Menurut Mustofa, kebijakan ekspor beras dilakukan guna mengantisipasi terjadinya surplus beras yang berlebihan. Kebijakan diperlukan karena biaya pemeliharaan dirasakan cukup besar, apalagi Bulog sampai menyewakan gudang swasta untuk menyimpan stok beras surplus tersebut.
Menanggapi pemaparan itu, pakar sosial ekonomi pertanian UGM, Prof. Dr. Ir. Irham, M.Sc., mengusulkan agar Bulog lebih berfokus menjaga keamanan dan kedaulatan pangan nasional untuk waktu 5 hingga 10 tahun mendatang. “Saya kira Bulog tidak ambisius untuk condong ke luar (ekspor), tapi lebih condong ke dalam menjaga kedaulatan dan keamanan pangan,” katanya.
Sependapat dengan Irham, pakar kedelai dari UGM, Prof. Dr. Ir. Mary Astuti menekankan agar peran Bulog ke depan lebih ditingkatkan lagi, tidak hanya mengurusi ketersediaan beras di dalam negeri, tetapi juga ketersediaan dan pemasaran pangan yang lain, seperti kedelai, jagung, dan sagu. “Saat ini harga kedelai mengalami penurunan sehingga merugikan petani karena sulit memasarkan hasil produksinya. Kondisi ini jauh berbeda dengan beras yang diurusi oleh Bulog,” ujar Mary Astuti. (Humas UGM/Gusti Grehenson)