Tiga orang mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM berhasil menyabet gelar juara satu Lomba Economic Debate Competition yang diselenggarakan oleh BEM FEB Telkom University pada 21-23 Oktober lalu di Bandung. Ketiga orang mahasiswa FEB UGM ini terdiri dari Erlin Meida Ramadhani (Akuntansi 2014), Fakhrurrazi (Akuntansi 2014) dan Salim Fauzanul Ihsani (Ilmu Ekonomi 2013) yang berhasil mengalahkan 9 tim lainnya dari 7 universitas, seperti Universitas Siliwangi, Universitas Pembangunan Nasional, Universitas Indonesia, Universitas Katholik Parahyangan, Telkom University, Institut Pertanian Bogor, dan Institut Teknologi Bandung. Bahkan, pada kompetisi kali ini penghargaan sebagai Best Speaker dari lomba debat ini juga berhasil diraih oleh Salim Fauzanul Ihsani.
Erlin Meida Ramadhani mengatakan pada babak penyisihan mereka berhadapan dengan tim TEBS 56 Telkom University dan EP Parahyangan 2. Tema debat yang dimainkan berkaitan dengan kebijakan impor yang diyakini dapat memberikan dampak buruk bagi produksi nasional. “Tim kita mendapatkan peran sebagai tim Kontra. Tim FEB UGM meyakini bahwa kebijakan kontra tidak akan membahayakan produksi nasional. Hal ini justru dapat meningkatkan produksi nasional karena adanya kebijakan impor, khususnya terhadap produk pangan akan menstimulus petani dan produsen di Indonesia untuk semakin mengembangkan inovasi terhadap produknya dalam bersaing dengan produk impor,” kata Erlin dalam rilis yang dikirim ke wartawan, Kamis (1/12).
Tim FEB UGM, kata Erlin, berpendapat bahwa adanya kebijakan impor sudah diatur dan diawasi oleh pemerintah dalam pelaksanaannya. Maka, adanya kebijakan impor justru dapat mengatasi kekurangan pasokan yang ada di Indonesia dan tidak mengganggu produksi nasional. Di babak semi final, kata Erlin, tim FEB UGM berhadapan dengan tim UI dengan tema debat yang dimainkan berkaitan dengan kebijakan belanja infrastruktur yang dapat meningkatkan perekonomian nasional. Tim UI sebagai tim pro menyatakan bahwa kebijakan infrastruktur dapat meningkatkan perekonomian nasional. Akan tetapi, tim FEB UGM tidak sependapat dengan menyampaikan argumen kontra dengan menilai kebijakan belanja infrastruktur bukanlah prioritas utama yang harus dibenahi oleh pemerintah saat ini. “Pemerintah seharusnya lebih memprioritaskan anggarannya untuk melakukan reformasi birokrasi,” katanya.
Meski sempat mendapat kritik dari dewan juri bahwa argumen tim FEB UGM lebih mengarah ke politik, namun tim kami tetap optimis dengan argumen yang disampaikan. Akhirnya, tim UGM berhasil mengalahkan tim UI dengan selisih skor sebesar 68 poin dengan keunggulan Tim FEB UGM 3845 poin. “Bisa dikatakan pertandingan melawan UI terasa lebih panas dibandingkan dengan permainan sebelumnya,” kata Fakhrurrazi, anggota tim lainnya.
Di babak final, tim UGM berhadapan dengan tim debat dari ITB dengan mengusung tema lemahnya nilai tukar rupiah menandakan ketidaksiapan Indonesia menghadapi Asean Economic Community (AEC). Berbeda dengan posisi sebelumnya dengan posisi kontra. Kali ini, tim FEB UGM harus mengarahkan permainan debat termasuk mengendalikan argumen lawan agar dapat memenangkan pertandingan. “Menggunakan beberapa teori ekonomi internasonal dan juga teori ekonomika makro, tim UGM berhasil mengalahkan tim ITB dan meraih juara pertama,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)