Indonesia dianugerahi dengan keanekaragaman hayati yang berlimpah. Namun, kekayaan itu belum sepenuhnya dimanfaatkan. Di lain pihak, kondisi kesehatan masyarakat Indonesia terbilang relatif rendah, ditambah lagi dengan ketergantungan pada bahan baku obat dari luar. Melihat kenyataan itu, Wahyuono menyimpan mimpi bahwa suatu ketika akan didapatkan obat unggulan berasal dari bahan alami Indonesia yang bermanfaat bagi masyarakat dunia.
Demikian disampaikan Prof. Dr. Subagus Wahyuono, M.Sc., Apt. saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Selasa (14/7), di Balai Senat UGM. Melalui pidato “Eksplorasi Bahan Alami Indonesia dalam Upaya Menciptakan Masyarakat Sehat”, dikatakannya bahwa sebagian besar materi pembelajaran dalam buku teks yang berkaitan dengan bahan alami berasal dari penelitian luar negeri. Namun, beberapa bahan alami tersebut sesungguhnya juga tumbuh di Indonesia.
“Kita semua perlu bangga ketika nama Indonesia tertulis dalam sebuah buku teks Pharmacognosy sebagai pemasok kulit kina dunia,” tutur pria kelahiran Yogyakarta, 8 Juli 1953 ini.
Lebih lanjut dijelaskannya bahwa kulit kina mengandung alkaloida kuinin yang digunakan sebagai anti malaria. Akan tetapi, saat ini tanaman tersebut sulit ditemukan lagi di alam Indonesia, kecuali sebagai tanaman pendidikan di beberapa kebun raya di Indonesia. Oleh karena itu, adalah benar jika dikatakan alkaloida kuinin tidak efektif/ekonomis lagi untuk diproduksi.
“Beberapa alasan dapat dikemukakan, antara lain, karena saat ini telah banyak plasmodium yang resisten terhadap alkaloida kuinin sehingga kuinin sudah tidak efektif lagi meredam malaria,” jelas Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat Fakultas Farmasi UGM ini. Alasan lainnya ialah kuinin telah secara efisien disintesis sehingga harga kuinin sintesis jauh lebih murah dibandingkan dengan kuinin hasil isolasi setiap gram-nya. Sebagai akibatnya, kebun tanaman kina sebagai sumber produksi kinin dinilai sudah tidak lagi memiliki nilai ekonomis.
Ditambahkannya, wilayah Indonesia merupakan kepulauan yang terletak di daerah tropis dengan kelembaban tinggi. Hal ini memungkinkan segala jenis kehidupan terrestrial tumbuh dengan baik. Wilayah kepulauan Indonesia yang terdiri atas lebih kurang 1.400 pulau besar dan kecil juga memungkinkan kehidupan laut berkembang dengan baik. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila keanekaragaman hayati terrestrial dan marine Indonesia menempati posisi nomor satu di dunia.
“Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah seberapa jauh kontribusi penelitian yang sudah dilakukan terhadap bahan alami tersebut dalam menciptakan kesehatan masyarakat Indonesia?” ujar suami Dra. Retna Widyowati dan ayah empat anak ini.
Di bagian lain pidatonya, dikemukakan bahwa dalam dekade terakhir, banyak bahan tanaman yang dimunculkan dan diklaim memiliki khasiat menyembuhkan berbagai jenis penyakit, terutama kanker. Mengapa kanker? Karena kanker hingga saat ini masih menjadi penyakit yang menghantui masyarakat, sulit disembuhkan, dan menelan biaya perawatan yang cukup mahal.
“Masih jelas dalam ingatan kita semua dengan berita di media massa mengenai kunyit putih, mengkudu, daun dewa, sirih merah, buah naga, buah mahkota dewa, dan buah merah. Masyarakat yang didiagnosa menderita penyakit kanker berbondong-bondong menggunakan bahan tersebut dengan harapan agar lekas sembuh dari penyakitnya,” kata Subagus Wahyuono yang meraih gelar doktor dari Universitas Arizona, AS, tahun 1990. (Humas UGM)