Sebagai wujud kepedulian dalam melestarikan budaya, khususnya wayang tradisi Jogjakarta, yang semakin jarang dijumpai, UGM berencana akan menggelar Konferensi Wayang Internasional I. Dengan mengangkat tema “Tradisi Wayang Jogjakarta sebagai Identitas Budaya”, konferensi akan berlangsung selama lima hari, 15-18 Juli 2009, dan dipusatkan di Grha Sabha Pramana UGM.
Sebagai salah satu lembaga pendidikan, UGM memikul tanggung jawab yang besar untuk mengembangkan dan melestarikan pagelaran wayang tradisi Jogjakarta. Hal tersebut sejalan dengan visi UGM sebagai balai nasional ilmu pengetahuan dan kebudayaan. “Meskipun saat ini UGM memiliki visi untuk menjadi universitas riset kelas dunia, tetapi tidak akan melupakan jati diri bangsa. Melalui kegiatan ini diharapkan mampu memberikan sentuhan pada segenap civitas akademika dan masyarakat luas untuk tidak serta-merta melupakan akar budayanya,” terang Prof. Dr. dr. Sutaryo, Sp.A(K) selaku ketua panitia, di Ruang Senat Akademik UGM, Selasa (14/7).
Lebih lanjut dikatakan bahwa dengan penyelenggaraan kegiatan ini, pewayangan tradisi Jogjakarta dan Indonesia pada umumnya dapat terus berkembang serta lestari seiring dengan pengakuan dunia terhadap keberadaan wayang sebagai salah satu adikarya budaya lisan nonbendawi warisan peradaban manusia (masterpiece of the oral and intangible heritage of humanity). Pengakuan tersebut di samping mengangkat citra Indonesia di mata internasional, di Indonesia diharapkan wayang juga akan memperoleh respon positif dari masyarakat, terutama generasi muda sebagai penerus budaya bangsa.
Ir. Surjono, M.Phil. selaku OC acara menambahkan bahwa konferensi juga ditujukan untuk memberikan sentuhan ilmiah terhadap pagelaran wayang Jogjakarta, yaitu melalui workshop dan seminar wayang. Selain itu, untuk mengenalkan pada generasi muda dengan mengangkat kembali pagelaran wayang tradisi Jogjakarta dengan lampahan-lampahan yang sudah jarang dipentaskan. Maksud lainnya adalah untuk menggugah pemerintah akan pentingya peran budaya dalam mendidik mental generasi penerus melalui wayang.
Konferensi Wayang Internasional I yang termasuk dalam rangkaian acara peringatan Dies Natalis ke-60 UGM ini akan diawali dengan Orasi Budaya dan Pagelaran Tari Klasik, Rabu (15/7) pukul 19.00-22.30, dan akan dibuka langsung oleh Sultan HB X. Kemudian disusul dengan workshop internasional “Irvana: Origin and Transformation in South and Southeast Asia”, Kamis (16/7). Workshop akan menghadirkan 9 pakar ilmu budaya/ahli naskah sebagai pembicara, antara lain, dari Belanda, Malaysia, Australia, UGM, ISI Denpasar, dan Universitas Lambung Mangkurat. Pada kesempatan tersebut, naskah wayang tradisi Jogjakarta akan dikaji secara ilmiah dan dialihhurufkan.
Berikutnya dilanjutkan dengan Seminar Nasional “Ruwatan dalam Kebudayaan”, Jumat (17/7), yang akan menghadirkan 10 orang pembicara. Sebagai puncak acara, akan digelar Ruwatan Bumi dan Mongso dengan mementaskan lakon Watu Gunung dengan dalang Ki Sutoyo. Di samping itu, pagelaran wayang purwa dengan lakon “Lairipun Irawan”(18-19/7) juga akan ditampilkan oleh dalang Ki Radyo Harsono dari Muntilan. Dalam kedua pementasan itu, dalang akan memainkan wayang sesuai dengan naskah Brontokusuman yang akan menampilkan sekitar 1.000 lakon.
Sejak 2007 hingga saat ini, UGM telah menyelenggarakan 15 kali pementasan wayang. Selama tahun ini, telah dipentaskan enam kali pagelaran wayang yang bertema Srikandi, yakni Srikandi Suci, Gerbang Bale Lumur, Sayemboro Manik Kimoimantoko, Niwoto Kawoco, Arjuna Wiwaha, dan Ujung Semoro. (Humas UGM/Ika)