Prof dr H Prawito Singodimedjo SpB SpU mengatakan, pembesaran prostat jinak (PPJ) atau benigna prostate hyperplasia (BPH) merupakan salah satu penyakit yang tidak ditularkan dan insidensinya sangat berhubungan dengan usia. Artinya, semakin panjang usianya semakin besar kemungkinan mendapatkan penyakit PPJ ini.
“PPJ simtomatik diperkirakan angkanya sebesar 42 persen pada usia 60 tahun dan menjadi 80 persen pada usia 80 tahun,†ujar Prof Prawito, Rabu (16/1) mengutip pendapat Kirby, Narayan dan Presti saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM di Balai Senat UGM. Kepala Sub Bagian Urologi FK UGM ini didepan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar (MGB) UGM dengan Ketua Prof Drs Suryo Guritno MStats PhD mengucap pidato “Peran Urologi Untuk Mencapai Visi Indonesia Sehat 2010 Bagi Penduduk Usia Lanjut Didalam Manajemen Pasien Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)â€.
Menurut bapak 4 anak drg Esti Nastiti Ekowati, Prabowo Sulistya SP, MM, dr Rachmawati Dewi dan Endah Prasetyowati SKed dari pernikahannya dengan dr Hj Sjarifah Parwati Prawito SU ini, kelenjar prostat hanya dimiliki oleh kaum laki-laki, bentuknya seperti buah pala atau seperti bangunan pyramid yang terbalik, beratnya pada aorang dewasa sekitar 20 gram, terletak tepat di bawah leher kandung kemih. Persisnya di belakang berbatasan dengan usus besar yang disebut rectum di bagian depannya yang dilindungan oleh tulang yang sangat kuat yaitu tulang pubis atau kemaluan.
“Selain itu juga dilindungi oleh tulang-tulang lainnya seperti tulang ilium atau ususu dan tulang akrum, tulang koksigeus membentuk bersama-sama sebagai tulng panggul. Kelenjar prostate dilalui oleh uretra eksterna. Uretra merupakan suatu saluran berbentuk pipa memanjang mulai dari leher kandung kencing dan bermuara pada lubang uretra eksterna,†ujar Prof Prawito Singodimedjo.
Mengapa kelenjar prostat menjadi penting untuk mendapat perhatian serius ditinjau dari problema kesehatan pada penduduk usia lanjut? Kakek dua cucu yang dilahirkan di Yogyakarta, 16 Agustus 1946 ini menjelaskan, kejadian pada PPJ (proses jinak) dan kanker prostat (proses ganas) cukup tinggi. Oleh karena diperlukan komunikasi yang inten antara pasien PPJ dengan dokter, baik itu dokter keluarga, internis maupun urolog, yaitu imformed choise dan informed consent tentang PPJ simtomatik ini.
Sesuai hasil dari kuesioner IPS-S pasien PPJ simtomatis dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu skor 0-7 ringan pada pasien ini tidak dilakukan pengobatan maupun tindakan (waithfull waiting), skor 8-18 sedang diberi terapi medikamantosa dengan syarat berat kelanjar prostate 40 gram. “Obat dapat berupa finasteride (enzim 5 alfa reductase inhibitor) atau dutasteride/dual finasteride dengan tujuan untuk mencegah terbentuknya dehidrotestosteron (DHT) dari hormon testosteron oleh enzim 5 alfa reductase yang nantinya DHT ini akan diikat oleh reseptor androgen pada inti sel kelenjar prostat yang seterusnya akan mendorong terjadinya hiperplasi,†tandas Ketua SMF Urologi RSUP Dr Sardjito ini. (Humas UGM)