Korupsi sebagai salah satu bentuk keserakahan meskipun masih menggurita, toh diantara anak bangsa yang bersih, jumlah jauh lebih besar. Petani-petani, nelayan-nelayan, dan buruh-buruh kecil kita sekalipun belum merasakan benar apa makna merdeka bagi perbaikan nasibnya, mereka tidak akan berontak, karena mereka memang tidak punya daya dan kesempatan untuk itu. “Mereka inilah dalam jumlah puluhan juta yang belum merasakan rahmat kemerdekaan, sekalipun nenek moyang mereka tidak mustahil telah turut membantu para pejuang semasa pergerakan nasional untuk melihat negeri ini merdeka pada suatu hari, dan di masa revolusi telah menyumbang untuk mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara ini yang masih terancam,” ungkap Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif dalam Pidato Penerima Anugerah Hamengku Buwono IX Tahun 2004 di Auditorium Grha Sabha Pramana UGM, 20 Desember 2004.
Namun demikian dalam pidato berjudul “Indonesia Baru Di Tengah Pertarungan Antara Mosaik Budaya Yang Elok Dan Kaya Dengan Ancaman Keserakahan” Prof. Syafii menilai, ada pula sosok lain yang nenek moyang belum tentu turut berjuang mengawal revolusi, sementara keadaan lahirnya telah cukup gemuk dan tambun oleh berbagai fasilitas yang didapatnya, berkat kemahirannya dalam memainkan seni kolusi dengan para pejabat dan aparat. Mereka ini termasuk jenis “Londo Ireng” dengan mental kumuh penuh daki.
Oleh sebab itu, dalam menghadapi berbagai kasus kriminal kata Prof. Syafii, orang sering sukar membedakan antara oknum pejabat dan penjahat. Ini adalah “mosaik” lain yang tidak elok dipandang mata dan tidak boleh dibiarkan untuk terus mengacau republik ini di masa depan. “Mengapa bangsa yang dikatakan relijius ini tidak pandai menjaga amanah kemerdekaan yang telah begitu banyak meminta korban itu? Apakah semangat multikultural dapat dijadikan nodal untuk menjaga mosaik budaya Indonesia yang sangat kaya itu di masa datang yang tidak terlalu jauh? Bagaimana memerangi keserakahan yang dapat meluluhlantakkan semua yang sudah kita bangun selama ini dan hampir saja meruntuhkan keutuhan bangsa ini?,” tanya Prof. Syafii. Jawaban dari pertanyaan ini yang disampaikan pada orasi penerimaan Anugerah Hamengkubuwono IX.
(Humas UGM)