Perubahan UUD 1945 dalam kurun waktu tahun 1999 – 2002 telah menghapuskan kewenangan MPR untuk menyusun garis-garis besar haluan negara (GBHN) dan mengharuskan pemilihan langsung pasangan Presiden dan Wakil Presiden oleh rakyat. Konstruksi baru UUD 1945 tersebut berimplikasi kepada penyusunan program pembangunan hukum, yang selama ini ditetapkan melalui GBHN oleh MPR, akan beralih. Demikian dikemukakan Prof. Dr. Nindyo Pramono, SH. MS, Ketua Program Magister Hukum Bisnis dan Hukum Kenegaraan UGM/ Ketua Panitia Seminar sehubungan dengan diselenggarakannya Seminar Nasional bertema “Arah Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan Hukum Nasional”.
Menurutnya, dalam kenyataan sebelum Pilpres 2004, terdapat berbagai rancangan atau perencanaan pembangunan hukum, seperti dalam rumusan LAW Summit III, Rencana Kerja Pembangunan oleh Bappenas, rumusan hasil Seminar Pembangunan Hukum Nasional oleh BPHN Depkeh, program partai-partai yang memperoleh kursi di DPR, dan khususnya program Presiden terpilih dan partai pendukungnya, tentu saja akan mewarnai penyusunan program pembangunan hukum tersebut.
“Banyaknya program pembangunan hukum nasional yang dapat dibentuk oleh lembaga-lembaga negara itu dapat mengakibatkan kesimpangsiuran dan tidak adanya sinkronisasi dalam arah pembangunan hukum nasional. Padahal, salah satu asas Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945,” ungkap Prof. Nindyo.
Seminar diselenggarakan pada hari Sabtu, 15 Januari 2005 di Auditorium Magister Manajemen Pasca Sarjana UGM dan dihadiri pembicara yang berkompeten di bidang hukum, yaitu: Abdulrahman Saleh, S.H., M.H (Jaksa Agung), Prof. Dr. Laica Marsuki, S.H (Hakim Konstitusi), Artidjo Alkostar, S.H., LL.M. (Hakim Agung), Prof. Dr. Farouk Muhammad (Gubernur Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian RI), Otto Hasibuan, S.H., M.H (Ketua Ikadin), Prof. Dr. Soetandyo Wigjosubroto, M.P.A (Guru Besar Emiritus Universitas Airlangga), dan Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H (Guru Besar Universitas Diponegoro).
(Humas UGM)