Untuk membantu korban Tsunami, maka dalam bidang pendidikan perlu ada tindakan darurat untuk siswa pengungsi, baik di wilayah NAD, Sumatra Utara maupun daerah lain. Pendataan perlu segera dilakukan. Kebijakan secara sistematis dan terencana dalam matriks kerja (kegiatan, lokasi, waktu pekerjaan, dana yang diperlukan, sumber dana, penaggung jawab kegiatan dan personil yang terlibat), serta koordinasi perlu disusun segera. Demikian pemikiran yang diungkapkan Dr. Tadjuddin Noer Effendi saat Diskusi Terbatas Aceh Bangkit bertema “Program Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Aceh” di Ruang Sidang Lembaga Penelitian, Gedung Pusat, 19 Januari 2005.
Menurut Dosen Fisipol UGM, keadaan darurat tentunya hanya diberlakukan dalam jangka pendek (beberapa bulan). Jangka pendek darurat yang perlu dilakukan antara lain: (i) Mengirimkan siswa-siswa yag ada di daerah pengungsian, terutama yang berada di luar daerah bencana, ke sekolah-sekolah di sekitar lokasi pengungsian sekaligus dicarikan orang tua asuh; (ii) Mendirikan sekolah darurat di sekitar lokasi pengungsian; (iii) Pengadaan tenaga guru (rekrut tenaga lokal dari kabupaten lain yang sudah mengerti kultur lokal); (iv) Rehabilitasi gedung sekolah yang rusak, terutama di daerah bencana pantai Utara dan Timur.
Dr. Tadjuddin pun memberikan pemikiran, agar tidak menciptakan ketergantungan maka aktivitas ekonomi dan sosial perlu diaktifkan kembali. Jangka menengah kebijakan yang perlu dipikirkan adalah bagaimana mengisi berkurangnya jumlah penduduk, terutama angkatan kerja secara besar-besaran. Pengganti personil penggerak roda pemerintahan, khususnya dalam bidang perlu direncanakan secara sistematis. Apakah perlu mendatangkan angkatan kerja dari luar atau memanfaatkan angkatan kerja lokal. Keduanya tentu mempunyai implikasi. “Pertama, mendatangkan pekerja dalam jumlah cukup besar bukanlah hal yang tidak beresiko karena dapat menimbulkan konflik baru. Mengingat kecurigaan masyarakat NAD pada pendatang cukup tinggi. Kedua, memanfaatkan tenaga kerja lokal memerlukan waktu karena mereka perlu masa pelatihan. Apakah ini dapat dilakukan dalam jangka waktu menengah. Bagaimana rekruitmen dilakukan juga merupakan hal yang perlu dipikirkan. Dalam menyusun kebijakan perlu mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan resiko atau implikasi yang akan muncul. Kebijakan-kebijakan jangan sampai menambah panjang derita masyarakat NAD,” tegasnya. (Humas UGM)