Sebagai perwujudan kepedulian terhadap bencana nasional di NAD dan Sumut, UGM telah mendesain program “Aceh Bangkit” (AB). Program AB berisi 4 (empat) kegiatan, yakni (i) Rehabilitasi Kesehatan, (ii) Rehabilitasi & Sanitasi Lingkungan, (iii) Program Manajemen Bencana, dan (iv) Rehabilitasi Pendidikan. Program ini dikoordinasi oleh Pusat Studi Bencana Alam UGM. Demikian dikemukakan oleh Drs. Suryo Baskoro, MS Kepala Unit Humas & Keprotokolan UGM.
Pada kegiatan pertama (Rehabilitasi Kesehatan), hingga saat ini UGM telah mengirimkan tim dalam 3 tahap (tahap 1 tgl. 28 Desember 2004). Tim Medis mengkonsentrasikan kegiatannya di Meulaboh, yang terisolir akibat bencana. Tim sudah berhasil meningkatkan status Rumah Sakit Cut Nyak Dien – Meulaboh sebagai unit rujukan serta mengembangkan Puskesmas-Puskesmas di kota itu. Dalam kegiatan ini, UGM bekerjasama dengan RS. Sardjito, di bawah koordinasi Dekan F. Kedokteran, dan didukung oleh WHO dan World Vision.
Pada kegiatan kedua (Rehabilitasi & Sanitasi Lingkungan), Tim Infrastruktur UGM siap membangun tempat-tempat penampungan sementara dengan konsep pemukiman yang sesuai dengan masyarakat Aceh. Ide ini didukung oleh temuan Crisis Center F. Psikologi yang mengidentifikasi di lapangan bahwa tenda-tenda umum tanpa privasi berpotensi menimbulkan ketegangan dan masalah psikososial sehingga perlu segera diatasi. Pada tanggal 19 Januari 2005, di Jakarta telah ditandatangani MoU antara UGM dengan Dompet Dhuafa Republika (untuk membangun 100 unit tempat penampungan sementara) dan antara UGM dan The Habibie Center (untuk program penampungan anak yatim-piatu). Program ini akan sangat membantu para korban bencana untuk kembali ke kehidupan normal sesegera mungkin. Mendiknas juga telah meminta UGM membantu pengadaan 500 unit MCK.
Pada kegiatan ketiga (Manejemen Bencana), Tim antara lain akan mensosialisasikan tanda-tanda Tsunami dan langkah-langkah yang harus dilakukan masyarakat untuk menghindari bahaya.
Pada kegiatan keempat (Rehabilitasi Pendidikan), UGM bersama-sama dengan Majelis Rektor PTN, telah bertekad untuk membantu agar proses pendidikan di Aceh, khususnya pendidikan tinggi, tidak terhenti. Pengiriman dosen-dosen sesuai kebutuhan akan segera dilakukan. Selain itu, UGM juga siap menampung para mahasiswa Univ. Syah Kuala yang datang ke Yogyakarta. Setelah 1-2 semester, kredit yang mereka peroleh di UGM akan ditransfer ke Unsyah, sehingga mereka dapat menyelesaikan studi tanpa terganggu. Secara internal, pada tanggal 22 Januari 2005, UGM akan memberikan beasiswa kepada 132 mahasiswa UGM asal Aceh. Beasiswa diberikan dalam bentuk pembebasan SPP, BOP, atau biaya hidup. UGM juga akan memberikan bantuan dalam bentuk pekerjaan paruh waktu bagi mahasiswa yang membutuhkan. Khusus untuk mahasiswa program spesialis F. Kedokteran Unsyah, UGM juga sudah siap membantu.
Ia mengemukakan bahwa untuk membantu program Aceh Bangkit, tim-tim di UGM sedang bekerja keras. Para mahasiswa UGM juga terlibat aktif di dalamnya sebagai relawan, dalam program KKN Tematik. “Implementasi program AB yang akan menelan biaya yang tidak sedikit tersebut akan diupayakan UGM dengan menjalin kerjasama dengan Pemerintah Pusat, Pemda, PMI, Bank-bank, LSM, serta donor dari dalam dan luar negeri,” tuturnya.
Ia juga menambahkan bahwa program “Aceh Bangkit” dirancang untuk mencakupi 3 tahap, yakni tahap darurat, jangka menengah, dan jangka panjang. “Program “Aceh Bangkit” UGM telah mendapat tanggapan positif dari berbagai pihak, termasuk Pemerintah Pusat, dan direkomendasikan untuk dijadikan Program Induk sebagai acuan,” tegasnya.
(Humas UGM)