Melihat kegagalan industri pada satu sisi, dan potensi pertanian disisi lain, maka industrialisasi sudah seharusnya menuju agro-industri. Potensi ini tumbuh hebat: 1,3% dari 6,5% pertumbuhan kwartal ketiga. Ini menjadi sumbangan tertinggi sepanjang sejarah, meski dihempas eskalasi BBM dan terkekang beragam kendala struktural.
Demikian dikatakan Prof Dr Ir Mochammad Maksum Machfoedz MSc, saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Rabu (30/1) di ruang Balai Senat UGM. Kepala Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM (1999-2005) ini, mengucap pidato “Kembali Ke Pedesan Dan Pertanian: Landasan Rekonstruksi Perekonomian Nasionalâ€.
“Hal ini mestinya membuat para pemimpin tersadar untuk melakukan taubatan nashuha setelah menganaktirikan pertanian, dan kemudian menebusnya dengan membangun kesepakatan baru untuk kembali ke desa ((KkD), pro-pertanian dan rakyat tani, serta meyakini kodrat agraris sebagai berkah Ilahiyah,†ujar pria kelahiran Demak, 23 Juni 1954 ini.
Suami Hj Endang Setyaningsih SIP, ayah 3 anak Emma Fitria Suryaningsih SIP, Wahyu Wulaningsih SKed dan Lintang Cahyaningsih lebih lanjut menjelaskan, di tahun 2007 ini pertanian telah menyelamatkan bangsa dengan mendukung pertumbuhan 6,3% dengan ditopang kemantapan produksi pangan domestic, serta tercapainya produksi padi di tahun 2007 sebesar 57 juta ton gabah kering giling dengan tingkat pertumbuhan 4,76%. Ini adalah indikasi bahwa swasembada dan anti importasi yang dicanangkan Presiden awal Desember, bukanlah mimpi bolong, walaupun menuntut konsekuensi pupusnya rente importasi bagi pejabat tinggi.
“Kita bersyukur, ternyata dalam Climate Change masih ada berkah Ilahi, yaitu meningkatnya produksi. Subhaanallah,†tutur Maksum.
Lebih lanjut kata Maksum, optimisme pangan, kontribusi PDB pertanian dan naiknya eksportasi, justru hebat disaat kondisi iklim yang tidak ramah dan eskalasi harga BBM. Berdasar fakta ini, pesimisme para petinggi yang introverts dalam melihat tekanan global, dan melenceng dari tekad presiden, menurutnya, perlu untuk diperbaiki.
“Dengan demikian struktural adjustment bisa memperoleh legitimasi untuk dibangun. Dengan begitu maka akan membalikan kiblat pembangunan, dari yang anti petani menjadi kembali ke desa (KkD) dan pro-petani. Serta dalam kompetisi global menuntut pendekatan industrial untuk memuluskan gerakan kembali ke desa,†tandas Maksum. (Humas UGM)