Sebanyak 9,5 juta keluarga Indonesia yang belum memiliki rumah dan atau menempati rumah yang bukan miliknya. Jumlah tersebut, menurut menteri Negara perumahan rakyat, Muhhamad Yusuf Asy’ari sangatlah besar untuk bias dipenuhi dalam jangka pendek, apabila didasarkan pada fakta kemampuan membangun rumah secara nasional kurang dari 500 ribu rumah per tahun.
“Selama ini 70 persen rakyat Indonesia membangun rumahnya dengan biaya sendiri, dengan jumlah ini kami berharap aspek yang lebih ditekankan ke depan adalah program perumahan lebih cepat terbangun,†ungkap Muhammad Yusuf Asy’ari saat menjadi pembicara kunci dalam seminar nasional dan kongres ikatan Geografiwan Gadjah Mada (Igegama), Sabtu (27/10) di Balai Senat UGM.
Terkait dengan Program pembagunan 1 juta rumah yang dicanangkan oleh pemerintah, menurut Asyâ€ari hanya 30 persen saja yang sanggup untuk dipenuhi sedangkan 70 persen sisanya adalah swadaya.
Dirinya menegaskan bahwa masalah mendasar yang ditemui selama ini dalam pemenuhan kebutuhan rumah diantaranya, belum optimalnya sinergi seluruh stakeholder bidang perumahan dan pemukiman, rendahnya kemampuan daya beli masyarakat, kekhawatiran bank-bank memberi KPR karena tingginya risiko kemacetan pembayaran kredit, dan terbatasnya lahan murah untuk pembangunan perumahan serta belum mantapnya kelembagaan penyelenggaraan perumahan khususnya di tingkat daerah.
Sedangkan Pemerintah, lanjutnya, masih terbatas sekali dananya. Karena itu, tambah Asy’ari, pemerintah akan memberi subsidi sebesar Rp 7,5 juta hingga 12,5 juta untuk pembangunan satu buah rumah melalui bank BPR dan BMT.
“Bank-bank ini akan memberi klaim kepada kementerian perumahan rakyat untuk diberikan subsidi, dan dengan syarat harus adanya rekomendasi dari pemerintah daerah,†tegasnya.
Siapa yang berhak mendapat kredit bersubsidi? Menurutnya adalah mereka yang maksimum penghasilannya 2,5 juta per bulan, jika lebih dari itu maka akan ditolak,
Adapun rumah yang sudah dibangun dan diberi subsidi ini adalah rumah susun untuk masyarakat perkotaan, sedangkan untuk masyarakat pedesaan diprioritaskan rumah biasa atau landed house. (Humas UGM)