Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia, Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.M., menilai terdapat pandangan yang keliru terhadap paradigma yang dianut para advokat selama ini, yakni bahwa dalam profesinya, advokat harus membela kliennya agar terbebas dari tuntutan hukum meskipun sang klien sesungguhnya pada posisi bersalah.
“Saat ini, sulit menemukan seorang advokat yang mau meminta hakim agar menghukum kliennya karena bersalah. Justru sebaliknya, advokat selalu meminta kliennya dibebaskan tanpa mempertimbangkan kesalahan kliennya,” ujar Otto Hasibuan, Rabu (17/2), saat menyampaikan Orasi Ilmiah pada Puncak Dies ke-64 Fakultas Hukum UGM.
Otto Hasibuan dapat memahami kondisi tersebut. Seorang advokat di satu sisi menerima bayaran dari klien sehingga ia bertindak untuk dan atas nama klien. Sementara di sisi yang lain, seorang advokat adalah penegak hukum yang harus membela kebenaran dan keadilan. “Saya kira kita sudah sama-sama mengetahui permasalahan ini, tetapi lembaga penegak hukum termasuk Fakultas Hukum tidak pernah menilai permasalahan ini sebagai persoalan yang hakiki dan serius sehingga tidak pernah diupayakan untuk mengubah paradigma tersebut,” katanya di Fakultas Hukum UGM.
Dalam pidato “Pembaruan Pendidikan Tinggi Hukum yang Berorientasi Profesi dan Berkeadilan”, Otto Hasibuan memandang permasalahan ini sebagai salah satu akar dari gagalnya penegakan hukum oleh advokat. Seandainya paradigma ini bisa diubah, advokat tentu tidak akan tunduk pada permintaan kliennya dan akan membela demi kebenaran, bukan demi klien yang membayarnya.
Oleh karena itu, Otto menyarankan Fakultas Hukum harus mampu memberikan peringatan dini tentang paradigma ini kepada para mahasiswanya. Karena jika tidak disampaikan, para mahasiswa hukum mestinya akan terpengaruh dan mengikuti sepak terjang para penegak hukum yang dilihatnya di televisi, di media cetak, dan elektronik. “Sebagaimana yang sering kita lihat akhir-akhir ini,” tambahnya.
Di samping itu, ia juga menilai jaksa memiliki pemahaman atau paradigma yang salah tentang “penunututan”. Seorang jaksa saat melakukan penuntutan sesungguhnya dilakukan demi tegaknya hukum, kebenaran, dan keadilan. Jadi, seandainya seorang terdakwa tidak bersalah, haruslah dibebaskan. Namun, dalam proses penuntutan, tanpa disadari jaksa selalu mencari-cari kesalahan terdakwa tanpa mau mempertimbangkan kebenarannya.
“Bagi seorang jaksa, seorang terdakwa haruslah dituntut untuk dihukum meskipun tidak bersalah. Sulit kita temukan saat ini jaksa menuntut bebas terdakwa karena diyakini tidak bersalah,” pungkasnya. (Humas UGM/ Agung)