Mantan Hakim Agung RI, Djoko Sarwoko, meraih gelar doktor dengan predikat cum laude dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia dinyatakan lulus dalam ujian terbuka Program Doktor Fakultas Hukum, Selasa (27/4) bertempat di Sekolah Pascasarjana Lintas Disiplin UGM.
Gelar doktor diraih Djoko Sarwoko dengan melakukan penelitian disertasi tentang Politik Hukum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme di Indonesia. Dalam disertasinya, Djoko Sarwoko menuturkan bahwa terdapat pergeseran politik hukum pengaturan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme yang diatur dalam Undang-Undang No.9 Tahun 2013 (UU Pendanaan Terorisme) dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 (UU Terorisme).
“Dalam kedua undang-undang tersebut terdapat pergeseran politik hukum berkaitan dengan konsep mens rea dan actus reus berkaitan dengan konsep krimininalisasi pendanaan terorisme yang dapat dipidanakan,”jelasnya.
Djoko Sarwoko memaparkan terdapat perbedaan konsep hukum bentuk politik hukum pengaturan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme di Indonesia yang diatur dalam UU Pendanaan Terorisme dibandingkan dengan ketentuan UU Terorisme. Dijelaskannya, dalam UU Pendanaan Terorisme dikenal konsep follow the money yakni bagaimana pendanaan terorisme tersebut aliran dananya untuk dicegah dan dilakukan pemberantasan tindak pidananya. Sedangkan dalam UU Terorisme dikenal konsep follow the suspect. Selain itu, pengertian dana dalam konsep UU Pendanaan Terorisme mengalami perluasan dan dalam undang-undang ini diatur konsep kualifikasi serta kriteria pendanaan terorisme.
Tidak hanya itu, pelaku subjek hukum tindak pidana pendanaan terorisme dalam UU Pendanaan Terorisme diperluas yaitu subjek hukum “orang” dan “korporasi”. Sementara dalam UU Terorisme dikenal konsep subjek hukum “orang” saja. Dalam UU Pendanaan Terorisme ini juga dikenal konsep bentuk pencegahan dan tindakan berupa upaya pemblokiran, pencantuman daftar nama orang dan korporasi sebagai terduga teroris dan organisasi teroris. Disamping itu, juga terdapat konsep upaya perlindungan hak bagi subjek hukum yang terkena pemblokiran dana atau pencantuman nama daftar orang atau korporasi sebagai terduga teroris dan organisasi teroris.
“Dalam UU Pendanaan Teroris juga dikenal konsep pemberlakuan wilayah juridiksinya,”imbuhnya.
Lebih lanjut Djoko Sarwoko menyampaikan bentuk-bentuk pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme, seperti melalui tindakan pemidanaan terhadap pelaku subjek hukumnya, pencegahan penggunaan dana berupa pemblokiran dan pemblokiran secara serta-merta, pengawasan atas orang atau korporasi yang masuk dalam daftar nama terduga teroris dan organisasi teroris.
“Terdapat berbagai kendala dalam pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan teroris seperti dalam memonitor perkembangan organisasi non profit skala domestik dan internasional. Hal ini cukup sulit dan membutuhkan kerja sama internasional,”tegasnya.
Menurutnya, pengaturan dan penyempurnaan yang bersinergi antara hukum material dan formal berkaitan dengan pengaturan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme perlu dilakukan. Hal tersebut perlu segera dilaksanakan mengingat tindak pidana pendanaan terorisme sangat membahayakan Indonesia maupun dunia internasional.
“Perlu pendekatan penegakkan hukum proaktif tanpa mengesampingkan prinsip rule of law dan legally principle serta menjalin harmonisasi kerja sama internasional,” tuturnya.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum, Prof.Dr. Nindyo Pramono,S.H.,M.S., selaku promotor berharap Djoko Sarwoko dapat konsisten dalam menyuarakan pemikirannya terutama dalam penegakkan hukum di Indonesia.
“Harapannya bisa terus konsisten menyuarakan pemikiran untuk penegakan hukum Indonesia yang menjadi dambaan masyarakat,” pesannya. (Humas UGM/Ika)