Dua Wakil Rektor UGM, diperkenalkan sebagai Guru Besar baru oleh Majelis Guru Besar UGM. Keduanya adalah Wakil Rektor Senior Bidang Administrasi, Keuangan dan Sumberdaya Manusia Prof. Dr. Ainun Na’iem, MBA (Fakultas Ekonomika dan Bisnis) dan Wakil Rektor Bidang Alumni dan Pengembangan Usaha Prof. Ir. Atyanto Dharoko, M.Phil.,Ph.D (Fakultas Teknik).
Bersamaan dengan itu, diperkenalkan pula empat Guru Besar baru lainnya, yaitu Prof. Ir. Suryo Purwono, MA.Sc.,Ph.D (Fakultas Teknik), Prof. Dr. Suhardi, MA (Fakultas Ilmu Budaya), Prof. Dr. rer.nat. Widodo, MS (Fakultas MIPA) dan Prof. Dr. Subagus Wahyuono, Apt (Fakultas Farmasi). Perkenalan ini disampaikan saat berlangsung Rapat Majelis Guru Besar yang dipimpin Ketua MGB UGM Prof. Drs. Suryo Guritno, M.Stats., Ph.D, Kamis (31/1) di ruang Balai Senat UGM.
Dengan bertambahnya enam Guru Besar baru, maka jumlah keanggotaan Majelis Guru Besar UGM menjadi 359 orang. Sementara itu, disaat yang sama Majelis Guru Besar UGM melepas lima Guru Besar pensiun. Mereka adalah Prof. dr. Sugeng Juwono, DAP&E.,M.Sc (Fakultas Kedokteran), Prof. Dr. Warsito Utomo (Fakultas Isipol), Prof. Dr. Shalihuddin Djalal Tandjung, M.Sc (Fakultas Biologi), Prof. Dr. Nopirin, MA (Fakultas Ekonomika dan Bisnis) dan Prof. Dr. Ir. Woerjono Mangoendidjojo, M.Sc (Fakultas Pertanian).
Dalam sambutannya, selain mengucapkan rasa terima kasih, Prof Suhardi selaku wakil enam Guru Besar baru menyatakan, jenjang jabatan Guru Besar bukanlah datang begitu saja dengan turun secara tiba-tiba, melainkan diterima melalui sebuah proses yang panjang. “Setapak demi setapak, sejak dari sidang-sidang Senat Akademik di Fakultas sampai pengusulan oleh Rektor UGM,†ujarnya.
Diakuinya, anugerah jabatan Guru Besar merupakan jabatan tertinggi dalam jenjang akademik di perguruan tinggi. “Untuk itu, puji syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan YME. Semoga dengan kehidupan akademik yang baru, kami bisa mengemban kewajiban Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan sebaik-baiknya,†harap Prof Suhardi.
Pada tataran kehidupan akademik praktis, kata dia, jabatan Guru Besar yang baru disandang membawa posisi yang serba canggung. Mungkin dikarenakan miskinnya pemahaman atas tatanan norma sopan santun yang berlaku di Majelis Guru Besar UGM. “Untuk itu, selayaknya kami mendambakan tuntunan, arahan, dan petuahnya, sampai dapat diselenggarakannya peluang terbuka untuk melakukan diskusi akademik,†pinta Prof Suhardi diakhir sambutannya. (Humas UGM).