Alat Pendeteksi Zona Potensial Penangkapan Ikan
Selama ini, kebiasaan nelayan tradisional di Indonesia dalam menangkap ikan hanya berpedoman dengan melihat fenomena alam. Kondisi ini berimbas pada hasil tangkapan yang tidak pasti, selain juga pemborosan waktu dan bahan bakar. Hal ini terjadi karena nelayan tidak dapat mengetahui secara pasti waktu dan tempat-tempat potensial untuk melakukan penangkapan ikan.
Persoalan tersebut menginspirasi tiga mahasiswa D-3 Teknik Elektro UGM angkatan 2006 untuk menciptakan alat yang dapat mendeteksi zona potensial penangkapan ikan di laut. Ketiga mahasiswa tersebut adalah Tri Santoso, Fahmizal, dan Nia Maharani R. Alat inilah yang pada akhirnya membawa ketiganya menyabet juara II dalam lomba Electrical Engineering Award di ITB pada 13-17 Desember 2009 lalu.
Tri Santoso menjelaskan alat penentu zona potensial penangkapan ikan dengan pemancar 433 MHz ini menggunakan metode pengolahan citra modis sebagai dasar estimasi wilayah yang berpotensi terdapat ikan. “Parameter ada/tidaknya keberadaan ikan berdasarkan nilai sebaran klorofil. Jika suatu wilayah nilai sebaran klorofilnya tinggi, ini menunjukkan daerah tersebut terdapat banyak ikan. Sementara itu, jenis ikan yang ada juga bisa diketahui melalui suhu permukaan laut,” terangnya kepada wartawan, Rabu (30/12), di Ruang Fortakgama UGM.
Lebih lanjut dipaparkan Tri Santoso, data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan software khusus agar dapat menentukan lokasi. Selanjutnya, data zona ikan dikirim ke kapal nelayan yang memiliki GPS (Global Positioning System) dengan menggunakan frekuensi 433Mhz.
Ditambahkan Nia, sistem penentu zona ikan yang dikembangkan mempunyai kemampuan untuk menentukan lokasi potensial ikan yang selalu berubah-ubah. Dengan alat ini dapat diketahui dengan segera daerah penyebaran ikan.
Alat Sensor Traffic Light Berdasar Kepadatan
Masih dalam kompetisi yang sama, tiga mahasiswa D3 Teknik Elektro UGM lainnya, Endri Irwansyah, Sigit Ari W., dan Chandra Arikho B., berhasil meraih juara III. Mereka menciptakan sebuah alat yang diberi nama ‘Telemetri Pengendalian Traffic Light dengan 433 MHz Berbasis Jaringan Saraf Tiruan’.
Diceritakan Endri mewakili teman-temannya, pembuatan alat ini berawal dari keinginan mereka untuk mengurangi kemacetan di simpang empat jalan. Lampu lalu lintas yang terpasang di jalan selama ini menggunakan sistem manual. Hal inilah yang kerap kali menimbulkan persoalan lantaran adanya ketidaksesuaian antara waktu yang dibutuhkan dengan periode menyalanya lampu hijau atau merah. “Alat ini bekerja mengatur lampu lalu lintas berdasar sensor kepadatan pengguna jalan. Dengan alat ini dapat mengurangi kemacetan khususnya di perempatan jalan serta dapat mengefisienkan waktu aktifitas kerja melalui sistem timer minimum,” terangnya.
Namun, alat ini juga memiliki kekurangan, pada peletakan sensor sangat rawan terhadap kendaraan berat karena diletakkan atau ditanam di dalam aspal. Disarankan oleh Iswanto selaku pembimbing, apabila alat ini dipasang di lapangan, sebaiknya diberi pelindung agar kendaraan berat tidak mengenai rangkaian elektronik. ”Jika alat ini benar-benar dipasang, sebaiknya digunakan unit pemancar dan penerima yang handal sehingga tidak ada data yang hilang. Jika diperlukan, catu daya pada sistem traffic light ini bisa ditambah dengan sel surya sehingga baterai secara otomatis akan di-charge oleh energi dari sel surya,” jelasnya. (Humas UGM/Ika)