Perguruan tinggi sebagai pusat gravitasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan menempati posisi strategis dalam memunculkan kreativitas dan inovasi. Salah satu upaya untuk meningkatkan inovasi produk yang aplikatif dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat serta dapat mengembangkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat adalah melalui pengembangan industri berbasis riset yang dilakukan oleh perguruan tinggi.
“Sekarang ada pergeseran, yaitu perguruan tinggi bisa dipandang hebat, menjadi perguruan tinggi yang ditakuti bukan karena publikasinya, tapi karena inovasi-inovasi yang bisa dihasilkan,” ujar Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni, Dr. Paripurna, S.H., M.Hum., LL.M., Selasa (24/5) di Hotel Alana Yogyakarta.
Hal ini ia sampaikan saat membuka Focus Group Discussion Akselerasi Hilirisasi Hasil Riset dan Inovasi UGM. Dihadiri oleh para pimpinan fakultas dan departemen, kegiatan ini diadakan untuk memberikan gambaran dan penjelasan tentang proses hilirisasi hasil riset atau inovasi dan pengelolaannya di UGM, serta mendiskusikan tingkat kesiapan teknologi (TKT) hasil riset dan inovasi di UGM.
Dalam kesempatan ini, Direktur Pengembangan Usaha dan Inkubasi UGM, Dr. Hargo Utomo, M.B.A., memaparkan proses serta pengelolaan hilirisasi hasil riset dan inovasi. Ia menjelaskan, dalam 5 tahun terakhir UGM telah mengalami transformasi, ketika UGM mulai menggiatkan strategi hilirisasi. Ia menyebutkan 3 isu yang muncul terkait hilirisasi, di antaranya adanya dorongan kuat untuk menjadikan perguruan tinggi di Indonesia menjadi lokomotif inovasi bagi kepentingan ekonomi, serta mendudukkan kembali riset dan inovasi sebagai ikon dan simbol pencapaian dari perguruan tinggi.
“Selain itu, ada dorongan untuk memperkuat keterkaitan antara peguruan tinggi, industri, komunitas, serta pemerintah. Dengan demikian, perguruan tinggi tidak sendirian dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi,” jelas Hargo.
UGM, menurutnya, memiliki segudang hasil riset atau inovasi yang berpotensi untuk dihilirkan serta dimanfaatkan, baik oleh industri maupun masyarakat. Hasil riset atau inovasi ini tersebar di seluruh fakultas dan sekolah, dan perlu diintegrasikan untuk dihilirkan. Meski demikian, ia menekankan bahwa produk hasil riset yang dihasilkan oleh perguruan tinggi tidak hanya mengedepankan sisi komersial saja, tapi diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat luas, terutama melihat kultur masyarakat Indonesia yang tidak bisa lepas dari budaya dan etika.
“Jangan kita berpikir seolah-olah ketika berbicara tentang hilirisasi konotasinya hanya seputar komersialisasi. Kita melakukan lebih dari itu. Ini adalah wujud kontribusi perguruan tinggi sebagai agen pembangunan yang mempunyai dampak bagi masyarakat,” imbuhnya.
Karena itu, ia berharap agar diskusi ini dapat menjadi salah satu langkah dalam upaya mempercepat proses hilirisasi hasil riset dan inovasi UGM melalui penguatan kapasitas dan sinergi antarfakultas dan sekolah-sekolah yang ada di UGM.
“Untuk menyelesaikan persoalan di Indonesia kita butuh kerja multidisiplin, dan kelebihan UGM adalah kemampuan kita untuk bisa mengelola bidang-bidang itu. Melalui kegiatan ini kita bisa mendiskusikan strategi dalam tahun-tahun mendatang dengan semangat dan kemasan yang baru melalui teaching industry dan science technopark,” kata Hargo.
Selain diisi dengan kegiatan diskusi, dalam kegiatan ini Direktorat PUI turut menghadirkan beberapa pembicara dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Kepada para pemimpin fakultas dan sekolah, mereka memberikan paparan mengenai kekayaan intelektual dan peningkatan daya saing hasil riset, program penguatan inovasi, serta tingkat kesiapan teknologi. (Humas UGM/Gloria)