Pertanian selalu dianggap sebagai sektor yang sangat penting. Namun ironisnya, industri pertanian merupakan salah satu sektor yang kurang berkembang dan berdaya saing rendah dalam subsistem agrobisnis. Pasalnya, kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam pembinaan dan pengembangan agroindustri masih terkotak-kotak. Di samping itu, juga tidak ada insentif dan kebijakan fiskal yang memacu industri pengolahan produk pertanian.
“Pemerintah memang kurang memberikan insentif bagi peningkatan daya saing. Padahal, pemberian insentif akan memacu tumbuhnya industri pertanian pedesaan yang pada akhirnya bisa meningkatkan daya saing produk pertanian,” terang Prof. Dr. Zaenal Baharudin, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP), Departemen Pertanian, dalam seminar “Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian dengan Pemberian Insentif bagi Tumbuhnya Industri Pedesaan Berbasis Produk”, Kamis (31/12). Seminar diselenggarakan oleh Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM di Ruang Multimedia, Kantor Pusat UGM.
Ditambahkan Zaenal bahwa selain pemberian insentif, peningkatan daya saing juga harus didukung dengan kebijakan pemerintah yang mendorong tumbuhnya pertanian, antara lain, dengan pemberian dukungan pembenihan, dukungan on-farm, baik secara kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas. Di samping itu, juga dibutuhkan dukungan market intelejen dan pemasaran yang kuat serta ketersediaan infrastruktur dan kelembagaan pemasaran.
Prof. Dr. Masyhuri, Kepala PSPD UGM, juga mengungkapkan hal yang sama. Dikatakannya bahwa pertanian merupakan sektor penting di Indonesia. Hampir sebagian besar penduduknya bekerja di sektor ini, tetapi hanya mampu menyumbang pendapatan nasional dalam skala kecil. “Sektor pertanian menyerap sekitar 44% tenaga kerja, tapi hanya menyumbangkan 14% pendapatan nasional. Hal ini membuktikan kalau produktivitas pertanian kita sangat rendah,” terangnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bandung, Sam Heru Dian, memaparkan dalam pengembangan pembangunan pertanian tidak hanya dilakukan dengan reformasi agraria, tetapi juga dengan pembangunan prasarana pertanian. Selain itu, secara perlahan juga harus melepaskan ketergantungan terhadap beras sebagai bahan pangan pokok melalui diversifikasi pangan. Demikian halnya berlaku terhadap gula pasir, yakni dengan melepas ketergantungan gula pasir melalui diversifikasi produksi dan konsumsi gula. (Humas UGM/Ika)