
Di Indonesia, ikan sidat mungkin masih terdengar asing dibandingkan sumberdaya perikanan lainnya. Sementara itu, di negeri matahari terbit, Jepang, sidat merupakan salah satu ikan yang mewah karena harga belinya yang tinggi.
Tingginya harga ikan sidat bukan tanpa alasan karena ikan ini memiliki kandungan nutrisi, seperti vitamin dan protein yang tinggi. Dengan tingginya kandungan nutrisi tersebut menjadikan ikan sidat sebagai komoditas yang diincar dibandingkan ikan atau daging yang lainnya.
“Permintaan pasar yang tinggi akan sidat menyebabkan jumlah tangkapan ikan sidat di Jepang dan Eropa menurun seiring berjalannya waktu. Penyebab berkurangnya ikan sidat di alam, antara lain adalah penangkapan ikan berlebih, polusi, perubahan kondisi laut, penyakit, kerusakan habitat dan konstruksi bendungan yang menghambat proses migrasi ikan ini”, kata Dr. Noritaka Michioka, di Ruang Sidang Bawah Fakultas Biologi UGM, Jumat (19/5) lalu saat memberi kuliah umum.
Oleh karena itu, menurut Noritaka Michioka, kondisi ini memunculkan motivasi untuk melakukan penelitian guna mendukung konservasi dan perbanyakan ikan sidat tanpa bergantung tangkapan di alam. Peneliti dari Laboratorium Biologi Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Kyushu, Jepang ini, mengungkapkan beberapa spesies ikan sidat berada dalam daftar merah IUCN sebagai spesies yang terancam.
“Disinilah diperlukan peran dari biologi. Satu-satunya jalan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan melakukan survei area pemijahan dan melakukan produksi ikan sidat,” katanya
Noritaka Michioka menuturkan dirinya telah melakukan ekspedisi sejak 1991 untuk mengetahui lokasi pasti dari area pemijahan ikan sidat untuk mengetahui karakter dari habitat ikan ini. Melalui ekspedisi panjang yang diselingi kegagalan, pada akhirnya dirinya berhasil menjadi penemu ikan sidat dewasa di laut lepas untuk pertama kalinya di dunia.
“Ikan sidat ternyata melakukan pemijahan di kawasan pulau Mariana, tepatnya di gunung bawah laut dan sekitarnya,” tuturnya.
Di akhir kuliah, Noritaka Michioka berharap dapat menjajaki kerja sama riset terkait ikan sidat di Indonesia dengan UGM. Sebab, Indonesia memiliki banyak jenis ikan sidat, namun ukuran populasinya lebih kecil dibandingkan dengan ikan sidat yang berada di kawasan beriklim sedang. (Humas UGM/ Agung)